Reading a Poem

Reading a Poem
Alone

Tuesday, June 21, 2011

SUKSESNYA SI PEMIKIR


Menjadi sempurna memanglah harapan setiap makhluk,
Berbagai cara dilakukan demi menggenggam dunia

Baik atau buruk cara itu hanya ia yang tahu,

Namun hanya sedikit manusia pemikir yang menyadarinya

Dalam langkahnya, manusia awam hanya ingin sukses,
Dalam benaknya, sukses ialah buah kerja kerasnya.

Tak begitu dengan si pemikir,
Dalam hatinya, ia yakini bahwa sukses merupakan takdirnya,
Dalam usahanya, ia percaya bahwa sukses hanya menunggu keridhaan-Nya

Lebih jauh ia menelusuri makna sukses di otaknya,
Hingga telah ia temukan makna baru sebuah kebahagiaan

Bahwa, kaya atau miskin hanya soal persepsi,
Cantik atau jelek juga masalah persepsi,

Lantas, sukses macam apa yang sebenarnya ia anut?
Hanya dirinya sendirilah yang tahu.

Berbekal percaya pada ketetapan Tuhan,
Kini ia yakini bahwa sukses lahir batinnya,
Ialah saat ia sukses menemukan cara menjadikan hatinya
bahagia dan ikhlas atas suatu keadaan

Berkiblat pada ketetapan Tuhan, lalu ikhlaslah.



TAK TERLEPAS DARI TUHAN


Di depanmu aku acuh,
Di sampingmu aku tertawa dengannya,
Di belakangmu aku mencintainya,

Sebenarnya aku ingin kau tahu,
bahwa aku mencintainya,
Sungguh ingin aku sampaikan,
bahwa aku memilih dia

Jadi, mengapa kau masih disini, di depan pintu menanti?
Apa yang sedang kau tunggu, ajakan masuk atau perintah pergi?

Terkoyak aku oleh dua rasa,
Suka padamu dan cinta padanya,
Hingga kinipun belum kutemukan jalan keluar terbaik untuk kita

Kau atau dia, aku belum tahu
Kalian berperan penting dalam hatiku

Dia adalah sumber canda tawaku,
Kau adalah kesejukan kasih yang ku tunggu

Maka jawaban akhirnya,
Pada Tuhan jua kukembalikan.



BERKELAHI DENGAN RASA


Masih tentang rasa,
Rasa kagum, rasa suka, rasa nyaman, rasa bahagia
Namun diselimuti rasa takut.

Aku kagum akan ketampananmu,
Aku suka melihat senyummu,
Aku nyaman menyentuhmu,
Dan aku bahagia berada di sampingmu
Sungguh komplikasi perasaan yang perfect

Namun, di balik semua perasaan itu,
Ada satu rasa yang kekal mengawasi ku,
Yakni rasa takut.

Takut aku mabuk kepayang akan ketampananmu,
Takut aku tergila-gila akan senyummu,
Takut aku berdosa karena menyentuhmu,
Takut aku terluka saat kau jauh dariku,
Dan, takut jika Allah tak meridhai bahwa semua rasa ini bersumber dari Cinta.

YOUR CHILDISH MADE ME SMILE


Katanya kau pemalu,
Hingga menyapaku saja kau tampak lucu,
Katanya kau suka aku,
Hingga teman-temanmu menyerbuku

Ini tampak lucu,
Aku seolah berada di masa lalu, masa SD
Saat cinta monyet marak kala itu.

Sebenarnya aku suka kamu,
Sejak pertama bertemu,
Tak sangka kini puluhan teman menyatukan kita

Tapi, kusimpan rasa itu di balik senyumku,
Bukan karena ku tak mau atau jaiz (jaga izzah-image) padamu
Sebelumnya aku ingin pastikan dulu
Mampukah kau cintaiku karena Tuhanku?

Aku jelas butuh cintamu,
Namun, aku lebih butuh cinta Tuhanku
Jika besar cintamu pada Tuhanku,
Maka besar pula cinta Tuhan pada kita, Amin

SENANDUNGKU


Aku rindu senyummu,
Senyum manis yang mengajarkan ku tersenyum
Aku rindu guraumu,
Gurauan garing yang justru memaksa ku tertawa

Aku rindu lantunan Nasyid, Adzan dan Qur’an
yang sering kau kumandangkan
Aku ingin selalu mengucap Allah di sampingmu,
Aku ingin selalu di sampingmu

Lalu bagaimana denganmu?
Apa kesanmu tentangku?
Cukup bahagiakah kau telah mengenal ku?
Cukup dalamkah kau masukan aku ke hatimu?

Tak lucu jika kutanyakan saat ini,
Akan ku biarkan semuanya mengalir lebih dulu,

Tapi kau perlu tahu,
Bahwa kaulah yang telah membuat ku tersenyum,
Kaulah yang mengajarkan ku tertawa,
Kaulah yang memberitahu ku semangat,
Dan, kaulah alasanku untuk melepaskan DIA.