Saat bicara soal dakwah, pusat pikiran mungkin langsung tertuju pada Kyai, Ustadz, Da’i, Khotib, atau Majelis Ta’lim.
Karena, berdasarkan fakta yang sering ditemui di lapangan, orang yang
sering terlihat sedang berdakwah adalah orang yang sudah dewasa dan
beranjak tua (ciri-ciri ini biasanya berupa janggut panjang yang
terlihat di dagu para Kyai, Ustadz, Da’i, atau Khotib yang sedang berdakwah itu).
Dari
kata-kata yang ia lontarkan, ia tampak seperti orang yang memiliki
banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman. Biasanya, pendakwah adalah
mantan santri yang sudah bertahun-tahun belajar di pesantren atau
lulusan universitas-universitas islam, atau dari jurusan Pendidikan
Agama Islam, Tarbiyah, atau jurusan lain yang berkaitan dengan
ilmu Islam, di universitas negeri ataupun swasta baik di dalam maupun di
luar negeri. Karena, kalau sembarangan orang berdakwah, belum tentu ada
yang mau mendengarkan, masih bagus kalau ia tidak dilempari batu dan
dibilang sok alim (sadisnya, na’udzubillah). Hal ini tak menutup kemungkinan keberadaannya, hanya saja tidak banyak.
Selain
itu, kegiatan berdakwah biasanya juga hanya dilakukan di pengajian,
atau di acara-acara peringatan hari besar agama Islam. Ada juga, dakwah
yang dilakukan saat berlangsungnya resepsi pernikahan, dakwah yang ini,
biasanya berisi materi wejangan untuk calon pengantin, yang diberikan
oleh para Tetua (orang yang lebih tua).
Sejak
zaman Rasulullah, kegiatan berdakwah lebih sering dilakukan oleh
muslimin atau pria dan telah dicontohkan sendiri oleh Beliau. Pada masa
itu, wanita lebih dianjurkan untuk berdiam diri di rumah. Alasannya
terangkum dalam beberapa hadist berikut ini,
[1] “Sesungguhnya
dunia ini manis dan hijau (menyegarkan). Dan sesungguhnya Allah
menempatkan kamu diatas bumi, yang Allah melihat apa yang kamu kerjakan.
Maka peliharalah dunia ini dan wanita, sesungguhnya pertama kali fitnah
(bencana) yang jatuh dari golongan Bani Israil (Yahudi) adalah dalam
hal wanita,”
(HR. Muslim)
Seiring dengan perkembangan zaman dan
kemajuan teknologi, dunia seolah semakin membutuhkan sosok wanita dalam
berbagai kegiatan. Hal ini membuka peluang bagi wanita untuk berani
mengekspresikan dirinya. Hal ini juga terjadi, sejak berhasilnya Raden
Ajeng Kartini menyuarakan isi hatinya, lewat surat-surat yang ia
kirimkan kepada sahabatnya yang berkebangsaan Belanda, Rosa Abendanon.
Kemudian, beberapa surat kabar pada masa itu, telah memuat dan
menyebarkan tulisan-tulisan karya Raden Ajeng Kartini, sehingga beliau
mampu menyentuh hati orang tuanya untuk bisa mengijinkan ia bersekolah
lagi. Sejak saat itu, muslimah atau wanita yang dahulu lemah dan harus
selalu tunduk pada aturan yang membatasi kebebasannya, kini telah punya
hak bersuara dan hak bertindak yang hampir sama dengan pria.
Muslimah sudah mulai bisa leluasa berdakwah. Mulai lebih giat belajar
dan lebih kuat menarik urat keberanian, untuk mendakwahkan ilmu yang ia
miliki. Hal inilah, yang telah melahirkan Ustadzah dan Da’iah
yang tak kalah berbobot dengan pria, dalam menyampaikan dakwahnya
(bukan berarti wanita boleh besar kepala dan melupakan tanggung jawab
serta pengabdiannya kepada pria lho).
Kegiatan dakwah, sudah semestinya dilakukan, untuk saling mengingatkan
dan mengarahkan pada kebaikan. Karena, kebiasaan manusia menganggap
dirinya adalah ‘tempatnya salah’, justru menjadikan ia semakin sering melakukan kesalahan. Nah,
pada saat seperti inilah, dibutuhkan muslimin atau muslimah yang peka
untuk terus mengayuh dayung dakwahnya ( Ingat! Dakwah berbeda dengan
menggurui yah).
KENAPA HARUS MUSLIMAH?
Muslimin dan muslimah, atau pria dan wanita, hanya dibedakan dari jenis
kelamin dan jilbabnya saja. Memang, fitrah seorang wanita adalah satu
level di bawah pria. Tapi, bagaimana kalau prianya ‘rusak’?
Hal itulah yang terjadi pada Amin. Amin adalah anak ketiga dari empat
bersaudara. Di usianya yang baru genap 18 tahun, Amin sudah pernah
mencoba minuman keras dan saat ini dia adalah smoker sejati .
Saat ini, Amin masih duduk di kelas 3 SMA jurusan Bahasa. Amin terkenal
cerdas saat SMP, tapi sejak masuk SMA dan bergabung dengan
teman-temannya, yang membentuk genk motor, Amin semakin terbawa
arus pergaulan, yang membuat orangtuanya selalu marah setiap kali Amin
pulang ke rumah jam 3 pagi. “Kemana saja kamu? Kenapa jam segini baru
pulang? Memangnya kamu tidak punya jam?,” itulah pertanyaan yang
diajukan orangtua Amin, 2 tahun yang lalu. Kini, omelan atau sanksi yang
diberikan orangtuanya, sudah tidak berlaku lagi, karena setiap harinya
Amin semakin ‘liar’ dan tak tahu aturan.
Amin
mungkin tidak tahu, kalau setiap hari orangtuanya, terutama sang ibu,
selalu menangis karena ulah anaknya itu. Tapi, orangtua Amin tak mau
lagi melarang Amin, lantaran Amin pernah kabur dari rumah. Hal ini juga
berdampak pada adik Amin, yang menjadi trauma karena sering melihat
kakaknya dimarahi, bahkan tak jarang dipukuli oleh ayahnya.
Itulah, sedikit cerita tentang bobroknya keimanan dan kewaspadaan manusia. Bahkan, orangtuapun tak punya banyak cara untuk menanggulangi hal itu.
Mengingat kejadian di atas, sudah sepatutnya metode dakwah yang islami diterapkan. Karena, sebuah omelan tidak akan bermakna, saat seseorang tidak lagi mengenal tuhan.
So,
kalau bukan kita siapa lagi?. Jangan sampai menunggu kehancuran datang.
Segera mulailah. Walaupun banyak orang yang bilang, “merubah kebiasaan
itu susah, nggak kayak membalikan telapak tangan,”. Meanwhile, yang susah itu hanya untuk memulai kebiasaan baru. Saat kamu sudah terjun kedalam kebiasaan baru,
actually, it will be as difficult for you to quit, as before.
BAGAIMANA MEMULAI DAKWAH?
Pertama, cintailah Al-Qur’an dan Hadist. Karena, berdakwah adalah
kegiatan menyampaikan kalam-kalam Allah dan Rasul. Jadi, tidak
dibenarkan untuk mendakwahkan sesuatu yang masih syubhat (belum
diketahui benar atau tidaknya). Seperti yang tercantum dalam hadist
berikut ini,
[2] “Barang siapa yang menceritakan
tentang aku dengtan hadist (berita) yang ia mengetahui bahwa berita itu
palsu (bohong), maka ia termasuk diantara orang yang berdusta
(berbohong),” (HR. Muslim)
Kedua, harus rajin
bersosialisasi. Karena, semakin banyak teman yang dimiliki, biasanya
seseorang akan lebih banyak tahu karakter orang yang berbeda-beda, hal
ini akan menjadikan ia lebih peka, dengan setiap permasalahan yang
datang, sekaligus memudahkan ia dalam hal apapun ( saat ada masalah,
biasanya teman adalah orang pertama yang kita butuhkan. Mau membuat
karya ilmiah, biar lebih real nggak ada salahnya minta bantuan teman.
Atau mau ada hajat (acara), the more the happier, lebih rame lebih asyik kan.
APA METODE DAKWAH?
It will be so simple,
saat kamu sudah masuk ke dalam lingkungan pertemanan yang mendunia.
Terlebih, saat ini komunikasi dapat dijangkau lewat berbagai media (
yang belum punya HP atau Facebook, ayo acungkan jari, hehe ).
Jadi, mulailah dengan hal-hal kecil. Misalnya, kirim SMS ke teman dan
tanyakan keadaannya. Teman yang sudah percaya padamu, biasanya tak akan
segan untuk cerita, bahkan mengeluhkan permasalahannya padamu. So. It is your time, segeralah tenangkan hatinya dengan kalimat-kalimat cinta dari ALLAH SWT.
Lebih mudah lagi, kalau dakwah lewat Facebook. Kamu Cuma perlu update status,
semua temanmu dijamin pasti membacanya. Walaupun cuma sekilas, jika
disertai niat tulus karena Allah, insya Allah dakwah kamu itu akan
sampai ke hati mereka.
Nah, sudahkah
kamu berniat untuk mengajak sahabat-sahabatmu, untuk lebih merasakan
besarnya cinta Allah, dengan membagikannya lewat berdakwah?. Terlebih,
untukmu ladies, jika pria tak dapat lagi diandalkan untuk
menjagamu dari adzab dunia dan siksa neraka, maka jagalah dirimu
sendiri. Karena, jika kita menyerahkan urusan pada yang bukan ahlinya,
maka, tunggulah datangnya kehancuran. Nggak mau kan? Jadi,
marilah berkaca dan dekatkan diri kita padaNya. Karenanya, dunia ini
masih membutuhkan orang yang peka terhadap sekitarnya. Mari bersama-sama
berdakwah and C U in the heaven, Amin.
Tulisan ini pernah saya kirimkan dalam sebuah lomba, tapi ternyata belum menang.
klo teman2 lihat ada yang harus dikoreksi, tolong sampaikan yah.
thanks