Reading a Poem

Reading a Poem
Alone

Tuesday, May 10, 2011

Lord Gave Me Long Live

Speechless.
Aku turun dari mobil bus Metro Mini bermuatan 60 orang jurusan Senen-Cibinong, Minggu, 03 April jam 19.38. Pemberhentianku harusnya masih 100 meter lagi, tapi aku terpaksa harus turun dari bus dan naik angkutan umum lain. Saat sudah berada di dalam angkot, aku masih penasaran dengan nasib bus yang aku tumpangi tadi, dan aku juga penasaran dengan bagaimana nasibku jika aku terlambat keluar dari bus itu.
Kepulan asap masih keluar dari bagian mesin AC (Air Conditioner-pendingin), yang letaknya di sebelah kiri depan supir. Hampir semua penumpang yang menjejali (memadati) bus ini memilih turun, melihat usaha kenek (asisten supir) yang tidak juga berhasil menghilangkan kepulan asap yang sepertinya akan membawa mala petaka lebih besar ( bisa saja bus ini meledak dan nama kami tercantum di surat kabar besok. Naudzu’bilah).

10 menit sebelum asap itu muncul, terdengar bunyi ledakan dari bagian atas tengah mobil. “astagfirullah,”  itulah kata yang keluar dari mulut beberapa penumpang termasuk aku (untung si kodok ga keluar, hehehe, biasanya aku kalau latah pasti “kodok”). Aku hanya menengok ke belakang beberapa detik, karna posisiku duduk di kursi dua barisan ke tiga dari depan. Lantaran hari itu aku terlalu capek, aku pun tak mau ambil pusing, aku memilih mengabaikan peringatan tadi dan menyandarkan kepalaku lagi di jok mobil, sambil memandangi jalan.

Hingga tiba-tiba ada teriakan dari ibu setengah baya yang duduk di bangku paling kiri, bangku sebelah kanan (bangku tiga) tepat satu baris lebih depan dariku, yang saat itu membangunkan anak perempuan berambut panjang, kira-kira berumur 7 tahun, yang sedang tidur di pangkuannya. “bangun….bangun…….mobilnya ngebul,” teriak Ibu berkerudung hitam polos, yang dipadankan dengan blouse warna ungu bermotif bunga-bunga. Wajah ibu itu terlihat sangat panic, ia pun sepertinya mau buru-buru (cepat) turun dari bus. “tenang aja bu, duduk aja,” teriak seorang kenek (asisten supir), yang saat itu justru sedang berdiri di depan mesin yang mengeluarkan asap tadi. Si kenek mencoba menenangkan Ibu tua ini, sambil menuangkan beberapa botol air dari botol berukuran satu liter. “udah bu duduk aja,” tambah seorang ibu lain yang tidak kalah panic, mencoba menenangkanIbu di sebelahnya.

Aku hanya tersenyum sambil menghela nafas melihat kepulan asap yang tampaknya sebentar lagi akan menyesaki dada para penumpang. Aku tertawa melihat ibu tua yang tak bisa menutupi ketakutannya. Gara-gara ketakutannya, ia justru hampir jatuh saat bus tiba-tiba ngerem (berhenti) satu hentakan, pas dia sedang berdiri berusaha buat lari menjauhi mesin mobil ke bagian belakang.

 Takut mati ya bu? Astagfirullah.
Aku pun sempat memikirkan itu, apakah akan berakhir disini? Apakah ini sejarah hidupku yang telah dicatat olehNya?
Yang jelas, aku benar-benar tak berdaya malam itu, aku lebih memilih pasrah.
Kalaupun mobil ini meledak dan aku akan mati, setidaknya terluka, aku yakin pasti akan ada kesembuhan yang lebih indah. “menikmati setiap proses kesakitan sambil berpikir positif akan datangnya kesembuhan” itulah cara ku menjalani hidup. Dengan ngoyo (bersikeras), aku tak mau turun dari bus, karna aku ingin tahu, apa yang akan terjadi.

Tapi Dia membangunkanku lewat kepanikan penumpang yang makin menjadi. Suasana makin kacau, suara ribut terdengar disana sini, dan aku pun terbangun dari lamunanku, lalu memilih ikut turun meninggalkan bus (inget sama orang tua di rumah, hehe). Sayangnya saat turun, aku kehilangan ibu tadi, jadi ga sempet wawancara.
Sekarang hampir satu minggu kejadian itu berlalu, aku belum dapat perkembangan kabar tentang bus itu. Tapi mudah-mudahan bisa diperbaiki, cause kasihan supir sama keneknya nanti kehilangan pekerjaan.
Sekarang, aku harus banyak-banyak berdo’a. karna musibah bisa terjadi dimana dan kapan saja.    
Semoga aku layak mati dalam keadaan khusnul khotimah (amin).

Hikmah dari kejadian ini adalah, aku tak mau lagi menunda apa yang harus ku kerjakan dan aku tak mau lagi menyimpan perasaan terhadap seseorang yang ku sayangi (hehehe, kasihan kan kalau dia aku gentayangi tiap malam).
Terima kasih ya Allah telah memberiku cobaan.
Semoga esok kan lebih baik, dan aku bisa merasakan usia 19 yang tinggal 4 hari lagi (amin)

No comments: