Reading a Poem

Reading a Poem
Alone

Sunday, July 15, 2012

Study group for me (Kelompok belajar bagiku)


I’m still here.
Connect to my writing last year.
Right at this day, I wrote a year ago.
At that time, there were only my sorrows as the eldest daughter.
They were the difficulty of school and the weighty step.

Today, no more story.

All reciprocated.
I'm free as the eldest daughter never glum.
It’s because of intent, it’s because of effort.
Though bound, God knows the infinite human intentions.

I started school at IOLU, just by intention.
I've faced Independent learning difficulties
and boredom of understanding the material.

 Not easy, but I can!
That is the role of group learning.

It hailed as the friend of trouble and it was born as a friend of saturation.
I've succeed with it.

This is my second year to receive scholarships.
This is the answer of my poetry, which was born with it.
Limitation is its wheel, the willingness is its gas pedal and the spirit is its fuel.

Not hard if we try.
Understanding the difficulties, make sense of life.
 
Do not despair.
There are study groups, to share.



(Masih di sini.
Menyambung tulisanku tahun lalu.
Tepat di hari ini, setahun yg lalu aku menulis.
Kala itu, hanya keluh kesahku sebagai anak sulung.
Sulitnya sekolah, beratnya melangkah.

Hari ini, tak ada lagi cerita itu.

Semua berbalas.
Aku bebas! sebagai anak sulung pantang murung.
Semua karena niat, semua karena usaha.
Meski berbatas, Allah tahu niat manusia tak terbatas.

Kumulai langkahku sekolah di UT, hanya dengan niat.
Kesulitan belajar sendiri.
Kejenuhan memahami materi.
Aku pernah hadapi semua itu.

Tak mudah, tapi bisa!
Itulah makna peran kelompok belajar.

Hadir sebagai kawan kesulitan.
Lahir sebagai sahabat kejenuhan.
Aku pun berhasil bersamanya.

Ini tahun keduaku menerima beasiswa.
Ini jawaban dari puisiku yg lahir bersamanya.
Bahwa keterbatasan adalah rodanya, kemauan pedal gasnya dan semangat bahan bakarnya.
 
Tak sulit jika berusaha.
Memahami kesulitan, memaknai kehidupan.

Janganlah berputus asa.
Kelompok belajar ada, tuk berbagi rasa.)

berhubungan dengan...
http://anaksulunghandwriting.blogspot.com/2012/07/introduction-to-my-university-salam.html

Monday, July 09, 2012

Membangunkan "Raksasa"

Memang tak mudah..
terlebih saat ini kau berada di dalam lembah curam nan gelap.
pancaran mentaripun tampaknya hanya menyilaukan pandanganmu, hingga menjadikannya tak mampu menemukan jalan keluar.

kau diam,
meratapi,
menyesali,
tertegun dalam suatu situasi yang sama sekali tak mengilhami,
kau hanya berusaha lari, tapi kau terjatuh lagi,

berdirilah,
melangkahlah perlahan dengan dada tegap,
yakinlah, gelap ini bukan hambatan, kesilauan itu bukan ancaman

karena sesungguhnya kau tahu,
bahwa jauh di dalam dirimu ada raksasa besar yang masih tertidur.

bangunkan,!!
jangan pernah izinkan mata hatimu terpejam,
karena hanya tinggal satu langkah lagi kau akan temukan jalan itu.

jalan yang berbatu namun kau lebih kokoh dari batu,
jalan yang berduri namun kau lebih tajam dari duri,
jalan yang berlubang namun keyakinanmu lebih dalam dari sebuah lubang.

bangkitlah!
"bersandar pada ketetapan Tuhan, lalu ikhlaslah"

BINGKISAN KECIL UNTUK WANITA PENDAKWAH

Saat bicara soal dakwah, pusat pikiran mungkin langsung tertuju pada Kyai, Ustadz, Da’i, Khotib, atau Majelis Ta’lim. Karena, berdasarkan fakta yang sering ditemui di lapangan, orang yang sering terlihat sedang berdakwah adalah orang yang sudah dewasa dan beranjak tua (ciri-ciri ini biasanya berupa janggut panjang yang terlihat di dagu para Kyai, Ustadz, Da’i, atau Khotib yang sedang berdakwah itu).

Dari kata-kata yang ia lontarkan, ia tampak seperti orang yang memiliki banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman. Biasanya, pendakwah adalah mantan santri yang sudah bertahun-tahun belajar di pesantren atau lulusan universitas-universitas islam, atau dari jurusan Pendidikan Agama Islam, Tarbiyah, atau jurusan lain yang berkaitan dengan ilmu Islam, di universitas negeri ataupun swasta baik di dalam maupun di luar negeri. Karena, kalau sembarangan orang berdakwah, belum tentu ada yang mau mendengarkan, masih bagus kalau ia tidak dilempari batu dan dibilang sok alim (sadisnya, na’udzubillah). Hal ini tak menutup kemungkinan keberadaannya, hanya saja tidak banyak.

Selain itu, kegiatan berdakwah biasanya juga hanya dilakukan di pengajian, atau di acara-acara peringatan hari besar agama Islam. Ada juga, dakwah yang dilakukan saat berlangsungnya resepsi pernikahan, dakwah yang ini, biasanya berisi materi wejangan untuk calon pengantin, yang diberikan oleh para Tetua (orang yang lebih tua).

Sejak zaman Rasulullah, kegiatan berdakwah lebih sering dilakukan oleh muslimin atau pria dan telah dicontohkan sendiri oleh Beliau. Pada masa itu, wanita lebih dianjurkan untuk berdiam diri di rumah. Alasannya terangkum dalam beberapa hadist berikut ini,
[1] “Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau (menyegarkan). Dan sesungguhnya Allah menempatkan kamu diatas bumi, yang Allah melihat apa yang kamu kerjakan. Maka peliharalah dunia ini dan wanita, sesungguhnya pertama kali fitnah (bencana) yang jatuh dari golongan Bani Israil (Yahudi) adalah dalam hal wanita,”                                                                                                                                (HR. Muslim)

Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, dunia seolah semakin membutuhkan sosok wanita dalam berbagai kegiatan. Hal ini membuka peluang bagi wanita untuk berani mengekspresikan dirinya. Hal ini juga terjadi, sejak berhasilnya Raden Ajeng Kartini menyuarakan isi hatinya, lewat surat-surat yang ia kirimkan kepada sahabatnya yang berkebangsaan Belanda, Rosa Abendanon. Kemudian, beberapa surat kabar pada masa itu, telah memuat dan menyebarkan tulisan-tulisan karya Raden Ajeng Kartini, sehingga beliau mampu menyentuh hati orang tuanya untuk bisa mengijinkan ia bersekolah lagi. Sejak saat itu, muslimah atau wanita yang dahulu lemah dan harus selalu tunduk pada aturan yang membatasi kebebasannya, kini telah punya hak bersuara dan hak bertindak yang hampir sama dengan pria.


           Muslimah sudah mulai bisa leluasa berdakwah. Mulai lebih giat belajar dan lebih kuat menarik urat keberanian, untuk mendakwahkan ilmu yang ia miliki. Hal inilah, yang telah melahirkan Ustadzah dan Da’iah yang tak kalah berbobot dengan pria, dalam menyampaikan dakwahnya (bukan berarti wanita boleh besar kepala dan melupakan tanggung jawab serta pengabdiannya kepada pria lho).

          Kegiatan dakwah, sudah semestinya dilakukan, untuk saling mengingatkan dan mengarahkan pada kebaikan. Karena, kebiasaan manusia menganggap dirinya adalah ‘tempatnya salah’, justru menjadikan ia semakin sering melakukan kesalahan. Nah, pada saat seperti inilah, dibutuhkan muslimin atau muslimah yang peka untuk terus mengayuh dayung dakwahnya ( Ingat! Dakwah berbeda dengan menggurui yah).


KENAPA HARUS MUSLIMAH?

          Muslimin dan muslimah, atau pria dan wanita, hanya dibedakan dari jenis kelamin dan jilbabnya saja. Memang, fitrah seorang wanita adalah satu level di bawah pria. Tapi, bagaimana kalau prianya ‘rusak’?           Hal itulah yang terjadi pada Amin. Amin adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Di usianya yang baru genap 18 tahun, Amin sudah pernah mencoba minuman keras dan saat ini dia adalah smoker sejati . Saat ini, Amin masih duduk di kelas 3 SMA jurusan Bahasa. Amin terkenal cerdas saat SMP, tapi sejak masuk SMA dan bergabung dengan teman-temannya, yang membentuk genk motor, Amin semakin terbawa arus pergaulan, yang membuat orangtuanya selalu marah setiap kali Amin pulang ke rumah jam 3 pagi. “Kemana saja kamu? Kenapa jam segini baru pulang? Memangnya kamu tidak punya jam?,” itulah pertanyaan yang diajukan orangtua Amin, 2 tahun yang lalu. Kini, omelan atau sanksi yang diberikan orangtuanya, sudah tidak berlaku lagi, karena setiap harinya Amin semakin ‘liar’ dan tak tahu aturan.
           Amin mungkin tidak tahu, kalau setiap hari orangtuanya, terutama sang ibu, selalu menangis karena ulah anaknya itu. Tapi, orangtua Amin tak mau lagi melarang Amin, lantaran Amin pernah kabur dari rumah. Hal ini juga berdampak pada adik Amin, yang menjadi trauma karena sering melihat kakaknya dimarahi, bahkan tak jarang dipukuli oleh ayahnya.

            Itulah, sedikit cerita tentang bobroknya keimanan dan kewaspadaan manusia. Bahkan, orangtuapun tak punya banyak cara untuk menanggulangi hal itu.
            Mengingat kejadian di atas, sudah sepatutnya metode dakwah yang islami diterapkan. Karena, sebuah omelan tidak akan bermakna, saat seseorang tidak lagi mengenal tuhan.


So, kalau bukan kita siapa lagi?. Jangan sampai menunggu kehancuran datang. Segera mulailah. Walaupun  banyak orang yang bilang, “merubah kebiasaan itu susah, nggak kayak membalikan telapak tangan,”. Meanwhile, yang susah itu hanya untuk memulai kebiasaan baru. Saat kamu sudah terjun kedalam kebiasaan baru,
actually, it will be as difficult for you to quit, as before.

BAGAIMANA MEMULAI DAKWAH?

          Pertama, cintailah Al-Qur’an dan Hadist. Karena, berdakwah adalah kegiatan menyampaikan kalam-kalam Allah dan Rasul. Jadi, tidak dibenarkan untuk mendakwahkan sesuatu yang masih syubhat (belum diketahui benar atau tidaknya). Seperti yang tercantum dalam hadist berikut ini,

          [2] “Barang siapa yang menceritakan tentang aku dengtan hadist (berita) yang ia mengetahui bahwa berita itu palsu (bohong), maka ia termasuk diantara orang yang berdusta (berbohong),” (HR. Muslim)

          Kedua, harus rajin bersosialisasi. Karena, semakin banyak teman yang dimiliki, biasanya seseorang akan lebih banyak tahu karakter orang yang berbeda-beda, hal ini akan menjadikan ia lebih peka, dengan setiap permasalahan yang datang, sekaligus memudahkan ia dalam hal apapun ( saat ada masalah, biasanya teman adalah orang pertama yang kita butuhkan. Mau membuat karya ilmiah, biar lebih real nggak ada salahnya minta bantuan teman. Atau mau ada hajat (acara), the more the happier, lebih rame lebih asyik kan.

APA METODE DAKWAH?

          It will be so simple, saat kamu sudah masuk ke dalam lingkungan pertemanan yang mendunia. Terlebih, saat ini komunikasi dapat dijangkau lewat berbagai media ( yang belum punya HP atau Facebook, ayo acungkan jari, hehe ). Jadi, mulailah dengan hal-hal kecil. Misalnya, kirim SMS ke teman dan tanyakan keadaannya. Teman yang sudah percaya padamu, biasanya tak akan segan untuk cerita, bahkan mengeluhkan permasalahannya padamu. So. It is your time, segeralah tenangkan hatinya dengan kalimat-kalimat cinta dari ALLAH SWT.

          Lebih mudah lagi, kalau dakwah lewat Facebook. Kamu Cuma perlu update status, semua temanmu dijamin pasti membacanya. Walaupun cuma sekilas, jika disertai niat tulus karena Allah, insya Allah dakwah kamu itu akan sampai ke hati mereka.

           Nah, sudahkah kamu berniat untuk mengajak sahabat-sahabatmu, untuk lebih merasakan besarnya cinta Allah, dengan membagikannya lewat berdakwah?. Terlebih, untukmu ladies, jika pria tak dapat lagi diandalkan untuk menjagamu dari adzab dunia dan siksa neraka, maka jagalah dirimu sendiri. Karena, jika kita menyerahkan urusan pada yang bukan ahlinya, maka, tunggulah datangnya kehancuran. Nggak mau kan? Jadi, marilah berkaca dan dekatkan diri kita padaNya. Karenanya, dunia ini masih membutuhkan orang yang peka terhadap sekitarnya. Mari bersama-sama berdakwah and C U in the heaven, Amin.

Tulisan ini pernah saya kirimkan dalam sebuah lomba, tapi ternyata belum menang.
klo teman2 lihat ada yang harus dikoreksi, tolong sampaikan yah.
thanks

Introduction to My University (Salam perkenalan pada kampusku)

I’ve ever been standing here
Once-over I remind all of my dream
But I can't do anything, I’m alone

I wanna successfully hug the linguistics
Still, mom and dad need water, they need rice

My step was so quiet, my brain stopped
Went out early in the morning,
Came home late in the afternoon, I got the money

My heart was yelling,
“Is there any for school?”

It’s me,, the first child who’d never sad
I’m the accomplice of my parents and I’m my brother’s head
If I’ve let my heart died
It might has frozen and has bad smell

But, god said… DON’T!

So that, I’m standing here for my university
Indonesian Open Learning University let me get the linguistics
Standing over my limitation
I’m studying,
For my dream,
r my die..


(Aku pernah berdiri disini
Sesekali menengok cita dan mimpi
Namun apa daya, aku sendiri

Aku ingin sukses merangkul ilmu
Namun, ibu bapak perlu air, perlu nasi

Langkahku sepi, otakku buntu
Pergi pagi pulang petang, aku dapatkan uang

Jerit hati bertanya,
“Adakah sisa untuk sekolah?”

Inilah aku, Anak Sulung Pantang Murung
Kaki tangan ibu bapak, kepala adik tercinta
Jika dulu ku biarkan hatiku mati
Barangkali terbujur kaku berbau busuk

Tapi, tuhan bilang… JANGAN!

Sehingga kini, aku berdiri untuk kampusku
Universitas Terbuka izinkan ku merangkul ilmu
Berdiri di atas keterbatasanku
Aku tetap belajar,
Untuk mimpiku,
Untuk matiku..)



                                                                        Karya,


                                           Anastasia Elsa.15/7/11

Tuesday, July 03, 2012

Cinta is Following Otak

Sore hari, ilalang dan rerumputan bergoyang seirama dengan alunan angin yang mengayun, di sebuah bukit yang jauh dari hingar bingar metropolitan. Fara alam semesta masih memanjakan mata dengan birunya yang mempesona.
Di depan sebuah mobil matic berwarna putih yang diparkirkan di sisi bukit, seorang wanita berhijab cokelat duduk. Ia tampak manis walau bermata empat. Setengah meter di hadapannya, di atas rerumputan, terduduk memeluk lutut seorang sahabatnya. Wanita berkulit putih yang tampak anggun dengan hijab merah muda bermotif garis.
Keduanya membuang pandang. Mereka seolah terpesona menengok aduhainya lenggok ilalang.
Meskipun mata tak sepandang, tapi mulut mereka saling membicarakan rasa yang membakar asa.
"Sahabat, ini memang tak adil. Wanita lebih banyak dari pria." buka wanita berkerudung merah muda, masih dengan pandangan kosong.
"Aku mengaguminya." balas sahabatnya.
Gadis berkerudung merah muda itu tersenyum kecil, sambil melemparkan pandangan ke arah burung pipit yang beramai-ramai terbang. Kali ini, dia menarik kedua telapak tangannya ke belakang badan dan menapakkannya ke tanah.
“Aku mengaguminya. Sudah lama aku mengaguminya. Aku mengaguminya, walaupun tak bisa memilikinya." tambah sahabatnya dengan intonasi bicara naik.
Wanita berhijab merah muda ini menengadahkan kepalanya ke langit dan menarik nafas lebih dalam.
"Kau sangat beruntung mendapatkannya." sambung sahabatnya, membuatnya semakin serba salah.
"Sudahlah!" tegasnya pada sahabatnya.
Wanita itu berdiri dan membalikkan badan. Ia melihat sahabatnya masih memandang jauh ke seberang bukit. Dia kesal. Tentu. Saat ini, di hadapannya ada seorang wanita manis yang ternyata mengagumi kekasihnya. “Kau sahabatku dan dia kekasihku, mengapa?”. Seperti itulah pertanyaan yang muncul di benaknya. Ia menunduk. Menarik nafas. Kali ini lebih dalam lagi untuk dilemparkan ke udara sampai terdengar desah “Hah”.
"Dulu,,,,,” dengan intonasi bergetar. Ia melangkah ke arah sahabatnya.
“Dulu, aku pun mengagumi seorang pria." ia bersandar pada mobil dan berada tepat di sisi sahabatnya itu. Tetap dengan pandangan kosong.
"Ya. Ketahuilah, aku sudah lebih dulu mengagumi pria. Bahkan, aku sudah pernah jatuh cinta.”
Sahabatnya tampak mendengarkan dengan tenang. Ia menengok ke arah sahabatnya yang baru ia kenal beberapa bulan saja. Ia menatapnya beberapa detik, sebelum akhirnya melanjutkan bicara.
"Saat SMA, aku pernah begitu mengagumi seniorku. Sejak pertama bertemu dengannya aku langsung mengaguminya. Hari ke hari, terus dan terus bertambah rasa kagum itu. Setiap detik ia seperti ada di hadapanku. Ia adalah pria terhebat yang kutemukan saat itu. Dia ganteng, manis, ramah, pintar dan bersahaja. Sempurna. Aku sempurna mengaguminya.” jelasnya sambil tersenyum malu.
Ia menatap wajah sahabatnya, memastikan bahwa sahabatnya masih punya oksigen untuk bernafas, pasca mendengar ceritanya. Sahabatnya itu masih menunjukan ekspresi seperti mayat hidup.
 “Saat itu, aku merasa hanya seorang diri di dunia ini. Ya. Dunia serasa adalah milikku. Seolah-olah, hanya aku yang mengaguminya. Aku bisa menemukannya kapanpun dan dimanapun. Aku selalu mencarinya. Aku selalu harus menemukannya. Karena aku mengaguminya. Aku bahagia saat melihatnya.” wanita itu tersenyum pada sahabatnya.
“Indah yah, perasaan seperti itu?” ia menatap sahabatnya dengan senyum damai. Tapi, sahabatnya masih acuh.
“Sangat indah. Membuatku ingin merasakannya lagi dan lagi. Bahkan, saat dia di hadapanku, rasanya tak cukup waktu satu jam untuk memandanginya. Memandanginya saja aku sudah bahagia. Ehm, gila. Teman-temanku sesekali mengatakan itu. Tapi, mereka selalu memberitahuku bila ia lewat depan kelas. Karena, mereka tahu kalau ia sudah seperti susu bagi seorang bayi yang haus. Ya. Akulah bayinya. Hehe.” ia tertawa sampai bahunya bergetar.
“Tapi, mau tahu gak apa yang terjadi setelah aku begitu mengaguminya?” kali ini, ia berharap sahabatnya memberi tanggapan.
“Huuuuhft. Aku kecewa." dengan menunjukan tampang cemberut.
"Ternyata, senyumnya itu bukan hanya untukku. Ketampanannya pun bukan milikku. Ternyata, pria yang selama ini kukagumi sudah punya kekasih. Seorang wanita yang biasa saja. Tapi, pasti memiliki keluarbiasaan hingga mampu mendapatkan hati pria yang begitu kukagumi. Aku penasaran padanya. Aku mencari tahu tentangnya. Terus dan terus. Aku memastikan bahwa apa yang ada padanya, aku juga punya. Bahkan, kurasa aku punya lebih banyak keahlian dari pada dia.” sedikit merasa jenuh dengan wajah temannya yang bereaksi datar, wanita itu melingkarkan tangannya di dada sambil lagi-lagi menarik dan melemparkan nafas.
“Semua tindakan itu pada akhirnya hanya bikin dadaku sesak. Tempramenku naik. Bawaannya bête. Jadi malas mandi, malas belajar, malas bicara. Semua orang di dekatku jadi nge-betein. Aku tersiksa. Aku tersiksa oleh ketidakpuasanku dengan keadaan itu. Semakin hari, kekagumanku pada seniorku semakin mencekik hatiku. Aku semakin mudah merindukannya. Aku semakin mudah menemukan wajahnya. Ilusi. Hmm. Ya. Otakku ini sudah seperti DVD yang terus saja memutarkan scene film yang berisi wajahnya. Aku tersiksa. Perasaan itu sangat memalukan. Ya. Mencintai kekasih orang itu memalukan. Menyakitkan. Memuakkan. Rasanya ingin membenamkan diri saja. Ini terlalu tidak adil bagiku. Tidakkah Tuhan tahu bahwa aku mengaguminya. Teman-temanku bilang, aku sedang jatuh cinta. Cinta. Aku tidak tahu apa itu. Yang jelas, aku sedang merasakannya. Merasakan bahagia saat melihatnya, damai saat bersamanya, tenang saat mendengar suaranya, tapi justru malu untuk menatapnya. Aku juga merasakan dadaku sesak saat ia tak ada. Sepertinya, tak ada udara di sekitarku. Aku ingin kembali merasakan kebahagiaan itu, kedamaian itu, ketenangan itu. Dan hanya saat bersamanya aku dapat merasakannya. Tapi, semua berubah saat kutahu dia sudah ada yang punya. Aku sekarat. Tak ada udara lagi.” dia berdiri tegap dan seperti ingin menangis pada sahabatnya.
“Itu memang tidak adil. Harusnya aku yang bersamanya. Aku mencintainya. Itu terlalu menyakitkan.” ia sedikit memadam setelah mengungkapkan itu.
“Aku tetap berusaha menghubunginya. Untuk sekedar tahu kabarnya. Harapan memang tak pernah mati. Seandainya ia putus dengan wanita itu, aku pasti akan bersandar di sisinya. Tapi, memang malang nasibku. Harapanku memang harus dimatikan. Wanita luar biasa itulah yang mematikan harapanku. Aku dihina. Dicaci maki. Dibilang gak laku karena masih saja mengagumi kekasihnya. Entahlah. Apa itu benar? Sebenarnya ada yang mendekatiku. Tapi, hatiku sudah memilihnya. Gak mudah untuk melupakannya. Aku menginginkannya. Hanya dia saja. Tak perlu yang lainnya” wanita itu kaget saat menyadari sahabatnya sedang menatapnya yang asyik bercerita. Dengan kikuk, ia melanjutkan ceritanya.
“Egois. Gak punya perasaan. Apa kau mau bilang begitu padaku? Berat! Pria itu sudah terpatri di sel-sel otakku. Untuk menginstal ulang sebuah komputer saja butuh waktu, apalagi menginstal otakku. Aku patah hati. Jelas. Sangat. Tapi,,,,” ia menghadapkan tubuhnya ke arah sahabatnya dan bicara sambil berpandangan.
“Mau tahu gak, apa yang bikin aku berhasil melepasnya?” ia memandang sahabatnya dengan penuh harapan wanita itu menganggukan kepala. Syukurlah, sesuai harapannya.
“Mamaku bilang. Wanita baik hanyalah untuk pria baik. Seniorku itu bisa jadi baik. Tapi, belum tentu ia sebaik diriku. Atau mungkin, justru sebaliknya. Akulah yang harus terus memperbaiki diri agar sepadan dengannya. Selain itu, masa iya sih aku gak laku seperti yang dikatakan kekasihnya. Kata Mama, aku gak jelek kok. Walaupun gak beautiful. Ya. Biasa-biasa saja. Lumayan lah. Hehe.” mereka berdua tertawa kecil. Akhirnya.
“Tapi, pasti ada yang mencintaiku seperti aku mencintai seniorku itu. Dan aku layak untuk dicintai seperti itu.” ia menatap sahabatnya itu dan menggenggam tangannya.
“Sahabatku, tidakkah kau merasa bahwa inilah waktunya. Waktu dimana aku dicintai. Waktu dimana aku mencintai. Waktu dimana aku merasakan kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan yang dulu pernah hilang. Inilah janji Tuhan. Bahwa aku adalah untuk laki-laki yang tepat untukku. Kau cantik sahabatku. Kau pun pintar. Jauh lebih pintar dariku. Kau hebat. Ada seorang pria di luar sana yang butuh kau hebatkan. Kau untuknya. Dia untukmu. Jangan matikan harapanmu dengan terus mengharapkan pria yang kucintai. Aku memahami hatimu. Karenanya, aku tidak memakimu sebagaimana aku pernah dimaki.” wanita itu mulai terbawa emosi dan menangis.
“Demi airmata yang kau lihat di pipiku ini, aku bersumpah bahwa aku mencintai pria yang kau kagumi dan kau harapkan itu. Dia pun memilihku. Tak bisakah ikhlaskan dia untukku? Allah pun pasti takan ikhlas bila kau terus terluka. Terluka karena mengharapkan kehancuran hubungan kami. Aku yakin kau tidak begitu. Aku ingin kau bahagia, seperti bahagianya aku.  Kau pantas untuk itu. Tentu dengan pria yang tepat untukmu. Percayalah, kau akan segera berjumpa dengannya. Mengertilah, jangan yang ini. Aku mencintainya.”
Sahabatnya memeluk wanita itu sambil menangis. Keduanya menangis karena besarnya rasa cinta pada pria yang sama. Tapi, batin keduanya sebagai sesama wanita tentu saja jauh lebih kental. Apalagi, mereka sama-sama sangat yakin pada keMahaan Allah SWT. Mereka bersahabat. Mereka sama sekali tak ingin ada yang tersakiti. Meskipun menyadari ikhlas itu tidak mudah, tapi sahabat selalu di atas segalanya.
Setelah kejadian hari itu, gadis berhijab merah muda dan kekasihnya merasakan kelapangan dalam hati mereka. Mereka saling mencintai tanpa khawatir melukai oranglain. Mereka pun terus merajut mimpi perSATUan ikatan suci mereka.
Sebagai sahabat, tak hentinya mereka mensupport sahabat mereka agar lekas menemukan jodohnya.
(Ini adalah cerita fiksi yang terinspirasi dari pengalaman pribadi penulis :)


Referensi untukmu yang mengalami kasus di atas. Berikut ini kukutip dari psikopopnya Witha Aditia dengan judul bukunya “LOVE CHEMISTRY”.
Sejak dulu kebanyakan orang selalu beranggapan bahwa hati merupakan pusat dari cinta. Namun baru-baru ini (aku sudah membaca buku ini sejak tahun 2006) beberapa ilmuwan berpendapat bahwa cinta ada di pikiran atau otak manusia, dijalankan oleh zat-zat kimia dan proses kimiawi yang terjadi dalam dirinya. Nah, proses kimiawi yang terjadi saat kita sedang jatuh cinta inilah yang disebut chemistry. Tidak semua orang sadar bahwa pada pasangan terdapat chemistry yang menyebabkan telapak tangan mereka menjadi berkeringat, perut menjadi hangat, jantung berdebar dan grogi. Chemistry juga berperan pada kehangatan dan kenyamanan perasaan saat sedang bersama seseorang yang kamu kagumi.
Bagaimana chemistry bekerja? Menurut Anne Marie Helmenstine, Ph. D. komunikasi nonverbal memegang peranan penting saat seseorang tertarik dengan oranglain. Misalnya saja, saat kamu sedang berjalan ke toko buku, tiba-tiba saja mata kamu tertumbuk pada satu sosok cowok/cewek keren yang berlalu di depanmu. Tanpa kamu sadari, wajahnya sudah menghiasi mimpi-mimpi indahmu. Setiap kali kamu teringat padanya, hatimu menjadi berbunga-bunga. Padahal, baru sekali itu saja kamu bertemu dengannya. Nah, di sinilah peran chemistry.
(Aku sudah mengalaminya. Kejadian itu terjadi hanya sekali. Tapi mampu membuatku menunggunya selama setahun. Padahal, selama setahun itu ya hanya sekali itu bertemu dengannya. FHM :).

Apa yang membuatmu jatuh cinta pada si A, bukan si B? Menurut ahli psikologi dan psikoterapi, ketertarikan seseorang kepada oranglain biasanya merupakan perwujudan alam bawah sadar mereka terhadap kenangan-kenangan masa lalu. Para ahli itu percaya bahwa setiap orang akan beranjak dewasa dengan meninggalkan beberapa permasalahan yang tak terselesaikan. Sedangkan menurut pakar genetika, sedikitnya ada dua faktor biologis. Pertama adalah bau. Indera penciuman kita secara gak sadar akan mendorong kita untuk menyukai seseorang yang secara genetika serasi dengan kita namun memiliki tali persaudaraan yang jauh dengan kita. Kedua adalah gen. Gen telah memprogram otak kita untuk memilih seseorang yang memiliki kesamaan dengan diri kita.

Untuk lebih jelas, silahkan baca bukunya.. :D
#Semoga bermanfaat dan menginspirasi. kritik dan saran selalu kunanti :)
http://www.facebook.com/notes/elsa-khalafathunissa/cinta-is-following-otak/10151054093741352

Anak Sulung Pantang Murung

Anak Sulung,
kau wanita kecil yg berarti besar bagi keluargamu.
Lihatlah, betapa ayah harapkan kau mengokohkan pondasi keluargamu.
Tengoklah, betapa adik inginkan kau segerakan ia meraih maunya.
Anak Sulung,
tak sia-sia Tuhan pilihkan engkau sebagai bagian keluarga ini.
Sebab kau kuat, Tuhan jamin kekuatanmu.
Anak Sulung,
lelah tak terelakan, airmata tak tertahankan.
Saat lagi-lagi harus kau yg mengurusi dan menyelesaikan permasalahan keluargamu.
Sekolah adik, hutang orangtua, harapan-harapan mereka, memang telah menahan dan buatmu mengabaikan harapmu sendiri.
Tapi tenanglah Anak Sulung,
Tuhan pasti kan ganti itu dengan kuasa dan cintanya.
Tuhan Maha Kaya, Tuhan Maha Pemberi.
Tunai di dunia atau tunai di akhirat kelak.
Hingga kini Tuhan memang belum mengirimkan pria yg mampu menegakkan pundakmu, tapi itu karena Tuhan sendiri yg menjamin kekuatanmu.
Ikhlaslah Anak Sulung.
Meski kadang merasa tak sanggup lagi hadapi sendiri, tapi kau sanggup!
Tuhan memilihmu karena ia ingin menguatkanmu.
Kau bisa, Anastasia Elsa Budiyanti.
Kaulah Anak Sulung Pantang Murung.
Kau Hebat, kau Cerdas, kau Kaya, kau Kuat, kau Tangguh dan kau Mampu untuk melahap masalah-masalah ini.
Yakinlah, Tuhan sendiri yg menantangmu hadapi ini.
Percayalah, Tuhan sedang mendewasakanmu.
Taklukanlah!!

(Saat keputus asaan sudah sampai ubun-ubun. Tak harus menyerah. Motivasilah diri sendiri. Kekuatan ada di pikiran kita. Insya Allah.)
http://www.facebook.com/notes/elsa-khalafathunissa/-anak-sulung-pantang-murung-/10151029344236352

Saturday, June 02, 2012

~Semua Berkat Do'a Mereka~

(Kawan, luangkanlah waktumu untuk membaca tulisanku ini. Barangkali, akan banyak menyita waktumu. Jadi, ada baiknya pergilah dulu ke toilet, siapkan makanan dan minuman di sampingmu. hehe. Selamat membaca)

"Aku mau ke sana, pokoknya mau ke sana. Temenin ya." paksaku pada Wisnu, sebelum ulang tahun (ultah)-ku pada 12 April lalu.

Hari itu, aku bahagia banget saat tahu kalau dia bersedia menemaniku bersilaturahmi ke rumah Mama.
Aku memang sangat merindukan Mama. Entah kenapa, aku sangat merindukannya. Mama yang kurindukan ini, bukanlah ibuku. Bukan juga bibi atau saudaraku. Dia adalah Mama dari pria yang pernah kucintai. Ya. Pernah kucintai. Itu artinya, sekarang gak lagi.

Mama adalah seorang ibu yang ramah. Dia sangat lembut, saat menyambutku di rumahnya. Dia begitu penyayang, persis Putra sulungnya. Pertama kali kami bertemu, adalah pada tanggal 02 November 2007. Saat itu, adalah hari ultah Putranya. Aku datang ke rumahnya untuk memberi kejutan pada Putranya. Sejak saat itu, aku mengenal Mama.

"Walaupun A'a kerja di Jakarta, Ade main aja ke rumah. Temuin Mama." pesan Pria asal Sukabumi itu.

Setelah hari itu, aku masih sering datang ke rumah Mama. Tapi, aku gak pernah berani datang, kalau Putranya gak ada di rumah. Aku malu.Terakhir kali aku bertemu Mama, adalah pada tanggal 02 November 2010. Saat itu, aku datang ke rumah Mama, untuk menemani Putranya yang sedang sakit, di hari ultahnya. Boleh dibilang, itu adalah hari terakhir pula bagiku dan Putranya bertemu. Aku ingat, pada hari itu, pria yang pernah kucintai sangat manja padaku. Dia sangat manis. Mungkin, karena dia sedang sakit.

"Makasih ya De, masih ingat ultah A'a. Cuma Ade aja loh yg ingat." ujarnya.

Hari itu, gak ada black forest seperti 3 tahun lalu. Aku yang datang sepulang kerja, hanya sempat membelikan 2 buah gelang untuknya. Aku membelikan gelang, karena dia sangat gemar memakai aksesoris (sedikit menyesal, setelah tahu bahwa aksesoris yang boleh dipakai pria hanya cincin). Kedua gelang itu, ada padanya 1 buah dan ada padaku 1 buah lagi.

Hari itu, kami bertiga. Aku, A'a dan Abang (tetangganya), merayakan ultahnya dengan sederhana. Saat itu, Abang menyuguhkan Bika Ambon untuk kami. Lalu, kami meminta A'a untuk meniup api dari korek api milik Abang. Hehehehe, kocak banget kalau ingat kejadian itu. Itu adalah ultahnya yang ke 21. Tapi, masih saja seperti ultah anak TK. :D. Aku sempat merekam kejadian itu. Tapi sayang, handphoneku hilang.

Setelah hari itu, aku gak pernah lagi bertemu A'a, apalagi Mama. Hubunganku dan Abang juga sempat renggang, karena ada salah faham di antara kami. Terakhir kali A'a mengirim SMS padaku, adalah pada ultahku yang ke 19 tahun, tahun lalu. Beberapa hari setelah itu, nomor handphonenya sudah gak aktif lagi.

A'a selalu begitu. Dia selalu saja mengganti nomor handphone. Entah apa alasannya, aku sendiri gak pernah sempat menanyakannya. Yang pasti, sejak dia lulus SMK di tahun 2007, dua tahun lebih dulu dariku, dia selalu muncul-tenggelam di dalam hidupku.

Aku dekat dengan A'a pada awal tahun 2007. Aku sempat salah mengartikan perhatiannya padaku. Kukira, dia mencintaiku. Jadi, aku sempat menaruh hati padanya. Tapi, gak memakan waktu lama, semuanya terungkap. Pada awal tahun 2008, dia mengakui bahwa dia hanya menganggapku adiknya. Sejak hari itu, kecewa, sakit, marah, jengkel dan sedih bercampur di pikiranku. Aku menyesal karena baru mengetahui kenyataan itu, setelah sekitar 3 bulan gak dapat kabar darinya yang sedang merantau di Jakarta. Sementara, aku dan keluarganya ada di Bogor. Kendati begitu, aku tetap berbesar hati memaafkannya dan tetap berusaha jadi adik yang baik untuknya. Itu juga yang Mama tahu tentang kami. Di mata Mama, dia juga hanya menganggapku sebagai adik angkat dari Putranya. (Itulah yang tersirat).

Memasuki bulan April lalu, aku mengalami fase puncak dari sensitifitasku. Biasalah, menjelang ultah, pasti sensitif. Sejak awal bulan, aku menghubungi banyak temanku. Aku menghubungi mereka, untuk sekedar mengingatkan mereka pada ultahku yang sudah dekat. Hehe. Sayang, A'a sangat susah dihubungi. Aku mencari nomor handphonenya, tapi gak ada yang punya. Aku juga mencari akun Facebooknya, gak ketemu. Sampai akhirnya, aku berniat untuk datang ke rumahnya dan menemui Mama.

Jelas aku gak berani datang ke sana sendiri. Makanya, aku minta Wisnu (sahabat A'a. Pria yg lebih dulu kucintai darinya) untuk menemaniku. Semula, dia mengiyakan untuk menemaniku ke sana. Tapi, setelah aku menunggu seharian, ternyata dia malah tertidur dan gak jadi menemaniku.

"Iiiiiih, gimana sih?"
"Maaf. Ya udah sekarang aja ke sananya." bujuknya.
"Udah malam tau! Gak enak aaaah bertamu malam-malam begini."

Gara-gara kejadian itu, aku gagal ke rumah A'a. Wisnu memang gak senang kalau aku minta ditemani ke rumah A'a. Tapi, pikirku, kisah cinta SMA di antara kami bertiga sudah lama berlalu. Saat ini, aku hanya ingin silaturahmi.

Hingga hari ultahku pada tanggal 12 April lalu, aku gak juga berhasil menghubungi A'a. Karena gak ada komunikasi, jelas saja dia gak datang ataupun sekedar memberi ucapan selamat di hari ultahku yang ke 20 ini. Aku merasa sangat kehilangan. Aku berharap bisa secepatnya berkomunikasi dengannya.

Dua hari setelah ultahku, aku mendengar kabar kalau A'a datang ke sini. Dia datang untuk menghadiri pernikahan teman sekolahnya. Malang, pada hari yang bersamaan aku justru berangkat ke Jakarta. Karena urusan kampus. "Ya sudah, nanti juga bisa ketemu lagi." pikirku.

Kerinduanku pada A'a makin menjadi. Ini gara-gara aku melihat penampilan band The Adly's. Soalnya, Bassist band itu agak mirip dengannya. Apalagi, lagu ciptaan band itu banyak yg romantis, seperti lagu yg pernah A'a ciptakan untukku. Pada hari itu, aku bersikeras mencari akun FB-nya. Tapi, masih saja gak ketemu. Akhirnya, kutuliskan kerinduanku itu dalam sebuah catatan berjudul "Mendung Pengantar Rindu". Catatan ini telah memperpanjang deretan 'catatan' di akun FB-ku.

Sehari setelah itu, pada tanggal 30 April, aku bertemu dengan teman sekolah A'a yang kemarin menikah.

"Har, kemarin A'a datang ya, ke nikahan kamu? Kamu punya nomor hp-nya gak?"
"Iya kemarin dia datang sama Wisnu. Nih, ada kok nomornya. Kabarnya sih dia juga mau nyusul nikah." jelas Hari.
"Oh. Gitu." jawabku dengan sedikit menghela napas, saat mendengar ucapan Hari itu.

Aku mencatat nomor A'a dan langsung berpamitan pada Hari.

"Assalamu'alaikum. Ini nomor A'a yah? Ini Ncha." ujarku dalam pesan singkat.
"Ncha mana?"
"SMK TJ"
"Mana?"

Aku heran, kenapa A'a masih saja gak mengenaliku.

"Ini A'a bukan sih?"
"Istrinya."

Gubraaaaaaxxxxxx!!!!
Aku terkejut membaca pesan itu. Tadi, Hari bilang kalau A'a akan segera menikah. Tapi, apa benar sudah menikah tanpa sepengetahuanku.

"Maaf ya Teh kalau ganggu. Cuma mau silaturahmi aja sama A'a. Alhamdulillah sudah nikah. Kok gak ngundang?" balasku, berusaha santun.
"Ya gak apa-apa. Baru akad, belum acara."
"Oh. Gitu. Kalau acara undang ya, Teh. Sekarang tinggal dimana?"
"Iya tar dibilangin sama A'a. Di Bandung."

Aku berusaha menarik napas dalam-dalam setelah mendengar penjelasannya itu. Selama dua tahun ini, aku memang gak banyak tahu tentang A'a. Wajar, kalau sekarang aku terkejut mendengar kabar pernikahannya. Tapi, apa benar mereka sudah menikah?

"A Wisnu, kenapa gak bilang kalau A Sofyan sudah nikah?"
"Ah, masa?"
"Iya. Tadi aku SMS Dia. Yang balas Istrinya."
"Kirimin nomor Dia."

Wisnu, yang adalah teman baik A'a saja gak tahu soal pernikahan itu. Masa sih, A'a nikah tanpa sepengetahuan sahabatnya itu.

"Dibalas gak?"
"Gak. Gak ada pulsa kali Dia."
"Yang balas SMS-ku tadi Istrinya pke nomor yg beda."

Aneh. Kenapa giliran Wisnu yg SMS, justru gak ada balasan. Apa yang sebenarnya terjadi dengan A'a?

Sabtu, 05 Mei.
Hari ini, aku gak ada acara. Motor juga standby bersamaku. Haruskah aku ke rumah A'a? Tapi, untuk apa aku ke sana? Dia 'kan sudah jadi suami orang. Lagipula, dia juga gak ada di rumahnya. Misalnya dia ada, mungkin ada istrinya juga di sana. Kalau istrinya marah saat melihatku, gimana? Aduh. Ke sana gak ya? Aku pengennya sih ke sana. Setidaknya, ingin bertemu Mama. Aku kangen sama Mama. Selain itu, aku juga ingin silaturahmi dengan Abang.
Untuk beberapa waktu, aku sempat ragu untuk datang ke sana. Tapi, hati kecilku benar-benar ingin ke sana. Apapun yg nanti akan terjadi, itu adalah resiko. Yang pasti, aku ingin datang dulu ke sana. Lillahi ta'ala.

Jam 14:30, aku baru menyelesaikan rangkuman materi kuliah dari internet di sebuah warnet. Dengan mengucap Bismillah, aku menarik pedal gas motor dan segera menuju kediaman A'a. Aku sadar, aku gak ingat persis jalan ke sana. Tapi, dengan mengandalkan kompas naluriku, aku menelusuri jalan-jalan di sana.Pada langkah pertama, aku sempat melewati gang rumahnya. Akhirnya, aku putar balik sekitar 500 meter. Setelah memasuki gang itu, aku merasa cukup optimis masih mengingatnya. Tapi, rupanya aku memasuki gang yang salah.

"Bu, kalau BTN di mana?"
"Bukan yang ini Neng. Dari sini ke bawah. Trus, kalau ada cagak ambil yang ke kiri."

Akhirnya, aku mengikuti petunjuk itu. Setelah di BTN, harusnya aku ingat dimana tembusannya. Karena, sudah beberapa kali aku ke sini. Tapi, sekitar dua jam berputar-putar dan bertanya ke sana-sini, tembusan ke rumahnya itu gak juga ketemu. Seharusnya, rumahnya ada di sebuah perkampungan di belakang BTN di desa Pabuaran, Cibinong-Bogor. Bodohnya, aku gak tahu alamat rumahnya. Aku cuma ingat nama A'a dan Abang. Bayangkan, ada begitu banyak nama yang sama dengan nama mereka. Bahkan, aku sempat sampai ke rumah seseorang yang namanya sama dengan Abang.

"Ibu, maaf. Sepertinya saya salah orang. Bukan yang ini rumahnya." jelasku malu pada seorang ibu paruh baya, pemilik rumah itu.

Sudah jam 5 sore. Langit semakin gelap dan terus bergemuruh. Sepertinya akan hujan.

"Ketemu gak?" tanya seorang ibu pemilik konter pulsa. Aku sempat mengisi pulsa di sana dan bertanya padanya.
"Gak Bu.""Sekarang mau ke mana? Kalau ke sana, arah Puri Cikaret."
"Iya sudah."

Aku sudah terlalu lelah untuk mencari jalan keluar. Terserahlah, nih motor akan mengarah ke mana. Kepalaku pusing. Bahu, lengan dan kakiku sudah pegal karena menopang motor. Aku sudah nyaris putus asa.Tapi, aku masih penasaran. Aku sudah sejauh ini, haruskah pulang dengan tangan kosong?
Melihat aliran sungai di tepi jalan, aku memarkirkan motor. Aku mencoba menghubungi Wisnu, yang sedari tadi gak bisa dihubungi.

"Ya udah, minta jemput Abang aja."

Wisnu mengirimkan nomor hp Abang padaku. Sebenarnya, beberapa bulan yang lalu Abang sempat marah padaku. Dia memintaku untuk gak menghubunginya lagi. Aku agak ragu, apakah dia bersedia menjemputku?

"Bang, Ade ada di BTN. Bisa jemput gak? Dari tadi muter-muter nih."
"Emang mau ngapain? A'a kan gak ada."
"Gak apa-apa. De mau silaturahmi aja ke sana."

Setelah aku memberi petunjuk keberadaanku, finally Abang menjemputku. Huft! Legaaaaaaa rasanya. Aku bahagia sekali saat melihat pria berkulit putih itu di hadapanku. Itu artinya, aku akan segera sampai di rumahnya. Artinya, usaha dan kesabaranku gak sia-sia.

"Abaaaang." teriakku, sembari menunjukan ekspresi senang tiada tara. Bahkan, airmataku ikut menetes karenanya.

Kami masih harus menempuh perjalanan sekitar 5 menit. Abang membawa motornya di depanku. Aku mengikutinya dengan baik, memastikan agar ia gak meninggalkanku. Alhamdulillah, rasanya ingin menari saja saat tiba di rumah yang sudah sangat kuhafal.

"Aduh Bang, De pengen nangis. Terharu banget. Hik, hik." ujarku. Abang hanya tersenyum.
"Masuk, De. Kok tiba-tiba ke sini, De?""Mau silaturahmi aja. Kayaknya, ada yang ngambek ya sama Ade? Hehehe."
"Abang gak ngambek, cuma pengen ngilang aja."
"Syukur deh. Bang, De dengar si A'a udah nikah?"
"Belum."
"Ihhh, De sms dia. Yang balas istrinya. Si Dede ada di rumah gak?"

Aku mencoba mengklarifikasi kabar itu pada Abang dan juga menanyakan keberadaan adik perempuan A'a.

"Siapa sih, Bang?"

Mungkin, dia lupa padaku.

"Siapa? Eh, Teteh yang dulu bawa black forest buat A'a ya?"

Alhamdulillah, dia ingat. Hehehe.

"Iya, Neng. Mama ada?"
"Ada Teh. Ke rumah yuk."

Akhirnya, kami bertiga pindah posisi ke rumah A'a.

"Sebentar ya Teh, Mama lagi mandi."

Dag.Dig.Dug..
Jantungku terus saja berdetak cepat, memainkan ritmenya. Mungkin, kata yang sama akan keluar juga dari mulut Mama. "Siapa ya?" hikz. Miris. Hehe.. Tapi, aku tetap berusaha tenang.

Senyum mengembang hadir di atas bibir mungilku saat melihat Mama mendekat. Aku segera menyambut tangan kanannya sebagai bukti hormat dan rinduku. Mama menatapku. Terus saja menatapku yang masih tersenyum padanya.

"Cantik banget sih, Neng." ujarnya, sambil tetap menatapku.
"De, ini yang Mama pengen. Menantu yang begini." tambahnya pada Dede.

Subhanallah! Hatiku yang sempat mengempis pasca mendengar kabar pernikahan A'a, seketika mengembang dan menebarkan harumnya bunga-bunga harapan.

"Mama." jawabku lirih.
"Benar A'a udah nikah? Kemarin Cha sms dia, yang balas istrinya." aduku.
"Belum. Nanti tanggal 27 Mei. Aduuuh. Coba Cha datang sebulan yang lalu. Mama pasti nyuruh A'a nikah sama Cha aja." ujar Mama sambil menunjukan ekspresi kecewa.

Keningku berkerut. Ini sama sekali di luar dugaanku. Ucapan Mama itu. Ya. Aku sama sekali gak pernah menduga ia akan mengucapkannya. Hari ini, aku datang ke sini karena merindukannya. Hanya itu. Merindukannya sebagai Mama dari kakak angkatku. Bukan dari pria yang pernah kucintai. Sungguh. Kukira, selama ini Mama hanya menganggapku adik angkat putranya. Aku sungguh gak mengira kalau dia mengharapkanku lebih dari itu.

"Mama tuh berharap A'a dapat istri yang seperti ini. Berjilbab. Sholeha. Sayang sama Mama. Aduh, Ncha. Coba aja..." jelas Mama yang diselingi desah harap.
"Sebenarnya, sudah lama Cha ingin ke sini. Gak tahu kenapa, rasanya ada tarikan kuat. Cha pengen banget ke sini. Hari ini aja, Cha nekat, Mah. Tadi sempat nyasar dulu. Muter-muter nyari tempat ini. Yah. Sekarang semuanya udah begini, Mah. Mungkin terlambat. Cha bukan jodohnya A'a kali, Mah. Maafin Cha, Mah." sesalku.
"Ya, namanya juga jodoh. Gak ada yang tahu. Walaupun Mama sempat larang A'a sama orang Jawa, ternyata dapatnya Jawa juga. Mama takut, kalau A'a diatur-atur istrinya, Cha. A'a kan orang sunda. Biarpun begitu, Mama berusaha mikir positif terus. Insya Allah, Mama ikhlas ini yang terbaik buat A'a. Mama tetap sayang sama calon istrinya yang sekarang. Walaupun baru beberapa kali bertemu. Tapi, Mama berusaha ikhlas sayang sama dia." jelas Mama, berusaha realistis dan mensyukuri kenyataan hidup ini.
"Iya, Mah. Ini yang terbaik buat A'a."

Aku berusaha untuk menepis rasa bangga hati yang sempat mampir di otakku.

Sungguh, sewajarnya kuanggap ini adalah obat atas kecewaku pada A'a beberapa tahun silam. Kawan, tahukah betapa bahagianya diharapkan sebagai menantu oleh seorang ibu yang begitu ramah dan penyayang? Tentram benar hatiku. Walaupun aku gak mendapatkan hati putranya, tapi setidaknya Allah membelalakan mataku dan memberitahuku bahwa aku gak seburuk itu. Aku masih memiliki nilai di mata ibunya. Kawan, tahukah betapa banyak luka dan kecewa yang kudapati sebelum hari ini tiba? Selama lima tahun, aku mengira bahwa aku ini gak pantas dicintai. Karena, baik A Sofyan ataupun A Wisnu, keduanya hanya menganggapku adik. Ada banyak yang lainnya, yang mengemukakan hal yang sama. Sungguh. Aku gak butuh kakak. Aku butuh cinta!

Hari ini, setelah mendapat sedikit sinyal dari Mama, aku beranikan diri untuk mengungkapkan rasaku.

"Tapi, Cha pernah ada rasa gak sama A'a?" tanya Mama.
"Mah, sebenarnya, A'a itu teman curhat Cha. Cha kenal duluan sama Wisnu. Cha jatuh cinta duluan sama Wisnu. Tapi, Wisnu bersikap mau gak mau sama Cha. Sebentar Dia kasih harapan, terus menghilang. Begitu terus. Akhirnya, Cha curhat sama A'a. Akhirnya, jadi sayang sama A'a. Waktu Cha ke sini bawa black forest di ultah A'a, itu waktu Cha udah sayang sama A'a. Tapi, A'a bilang, Dia cuma anggap Cha adik. Mungkin, Dia gak enak sama Wisnu, Mah." jelasku.
"Iya sih. A'a sama Wisnu itu sahabat baik. Main bareng, tidur bareng bahkan segelas dan sepiring. Mungkin, kalau sahabat jauh, A'a masih berani dekatin Cha. Tapi, iya begitu kali yah. A'a gak pernah cerita sih sama Mama. Cha juga gak cerita. Coba kalau cerita. Pasti Mama bantu. A'a mah nurut sama Mama dan Dede. Iya gak, De?" jelas Mama, sembari melirik pada putrinya.
"Hehehe. Cha gak berani, Mah. Yah. Mungkin sudah digariskan begini, Mah."
"Iya juga yah. Ya udah, Cha sama Abang aja. Atau sama keponakan Mama yah. Aduh, senang banget yang dapet menantu kayak Cha." harap Mama. Ia semakin menunjukan ekspresi cintanya.
"Hahaha, Mama. Kemarin, Cha sempat dekat sama cowok. Dia mirip banget sama A'a. Wajahnya, sikapnya, tutur lembutnya, kecintaannya pada musik, dunia retail dan keluarga. Dia juga asal Sukabumi, sama kayak A'a. Cha senang banget Mah waktu kenal Dia. Cha merasa nemuin lagi sosok A'a. Apalagi, Dia tuh anak yatim piatu. Cha seperti dapat panggilan jiwa untuk menyayanginya. Tapi, sayang Dia mutusin Cha. Soalnya, Cha nantang Dia nikah. Habis, gaya pacarannya kurang sehat. Cha gak bisa pacaran begitu, Mah. Saat Cha coba ngingetin Dia, Dia justru minder. Dia bilang, Dia bukan pria yang pantas buat Cha. Cha disuruh pacaran sama ustadz, Mah. Hehehe."
"Tapi, emang begitu kali. Wanita seperti Cha emang harus dapat lelaki yang terbaik. Sekarang Cha kerja dimana?"
"Cha ngajar di TK, SD dan private. Cha juga masih kuliah sastra inggris, baru semester empat, Mah."
"Tuh, apalagi karir Cha juga bagus. Harusnya Cha dapat lelaki yang setimpal dengan Cha. Yang baik karirnya, pendidikannya dan agamanya. Iya. Mama yakin Cha pasti dapat lelakinya yang begitu. Benar, Cha. Mama yakin. Pokoknya, Mama doain agar Cha dapat lelaki yang baik, mapan, penyayang dan soleh. Yang terbaik buat Cha. Nanti, kalau Cha nikah. Cha harus undang Mama. Jangan lupa sama Mama, sama keluarganya A'a. Walaupun Cha gak jadi menantu Mama, tapi Mama udah sayang sama Cha. Ah, Mama yakin, Cha pasti dapat lelaki yang terbaik. Sabar aja yah."

Ya Rabb. Maaf, kalau penjabaran ucapan Mama di atas, membuatku berbangga hati. Tapi, sungguh kuanggap itu sebagai doa yang tulus dari seorang ibu yang sudah dua tahun gak bertemu denganku. Aku hanya bisa mengamininya dan terus berupaya memantaskan diriku untuk mendapatkan pria, seperti yang Mama harapkan. Ucapan Mama itu, persis dengan yang Mamaku ucapkan saat aku down, karena kehilangan cintaku, demi sebuah prinsip. Mencintai karena Allah.

"Bersabarlah, Neng. Wanita baik hanya untuk pria baik. Cha sedang diuji. Sabarlah. Berbaik sangkalah pada Allah." itulah sumber kekuatanku.

Sampai di situ, aku pamit pulang. Mama terus menegaskan, agar aku gak lupa mengundangnya saat aku menikah nanti. Besar harapan Mama, agar aku mendapatkan suami yang terbaik.Setelah hari itu, aku segera menuliskan kisah ini.

Harusnya, sejak lama selesai. Tapi, karena berbenturan dengan waktu Ujian Akhir Semester (UAS) di kampus, aku memilih menundanya demi fokus pada ujian.

Ada banyak hal yang terungkap setelah pertemuanku dengan Mama. Ini berkaitan dengan putri keduanya. Dede, saat ini adalah murid kelas tiga di salah satu SMK di Cibinong. Kemarin, kami sempat mengobrol banyak hal. Sampai akhirnya, aku ingat. Adik dari pria yang mirip A'a juga kelas tiga di SMK yang sama. Aku sudah sangat dekat dengannya. Aku sangat menyayanginya. Sungguh. Aku menyayanginya bukan karena dia adalah adik dari pria yang pernah kucintai. Karena, aku mencintai kakaknya pun karena kecintaanku pada Rasulullah. Aku melihat mereka yang yatim piatu itu membutuhkanku. Setidaknya, aku ingin memberikan kasih sayang yang gak lagi mereka dapatkan dari sosok wanita berpredikat ibu. Tentu, itu saja. Karena, aku gak bisa jadi ayah.

Setelah kukonfirmasikan pada keduanya, ternyata benar. Kedua gadis remaja yang sudah kuanggap adik sendiri itu, saling mengenal karena satu sekolah. Sungguh indah rencana Allah. Semoga ada waktunya kita bertiga bisa main bersama. Hanya itu harapan yang tersisa. Semula, saat kuceritakan pada keduanya tentang kemiripan A'a dan pria yang baru kukenal November lalu, mereka memiliki sebuah harapan.

"Barangkali, Dia yang akan gantiin A'a Dede, Teh. Siapa tahu aja, dia jodohnya Teteh. Masih sayang yah Teh sama Dia?" ujar Dede.
"Masih. Tapi, Teteh kan sudah putus sama Dia. Teteh gak berani berharap banyak. Doakan yang terbaik aja buat Teteh ya, Neng."
"Pasti, Teh. De pasti doakan yang terbaik buat Teteh."

Hari terus berlalu. Doa beriring syukur terus terucap dari hati dan lisanku. Bukan hanya karena aku menemukan pria itu. Tapi, karena adik mereka. Selama ini, aku sangat menantikan adik perempuan. Aku ingin bisa berbagi cerita sebagai sesama perempuan. Tapi, selama 20 tahun hidupku, aku baru memiliki satu adik laki-laki. Jadi, aku merasa sangat bahagia bisa memiliki adik-adik perempuan dari pria-pria yang pernah kucintai. Gak apalah gak dapat kakaknya. Karena, aku sudah cukup bahagia mendapatkan adiknya ;).

***

Hidupku gak pernah sepi dari cinta. Bisa saja kubilang aku mencinta dia, pria yang mirip A'a. Tapi, pilihan akhirnya ada padaku. Apakah aku akan tetap menunggu sebuah kepastian yang semu. Menunggu seseorang yang kucintai itu, lalu berbahagia bila ia jodohku atau terluka bila tak begitu. Atau kulanjutkan kisah cintaku bersama cinta yang menyala terang di hadapanku. Sejujurnya, aku gak punya banyak energi untuk menanti. Pernah aku menunggu, kecewalah diriku karenanya.

Akhirnya, kini aku memilih yang kedua. Sebab, ia sendiripun memintaku untuk gak berharap. Karena, dia sama sekali gak menjanjikan apapun.

Aku membulatkan tekad mengambil keputusan, setelah sebelumnya mendapat dorongan dari Wisnu. Ia sama saja dengan yang lainnya. Dia mendorongku untuk menemukan lelaki yang berpendidikan dan beragama. Hal itupun disampaikan oleh pria-pria lainnya yang pernah masuk dalam kehidupanku.

"Bukalah hati dan pikiran kamu. Pria sepertiku sungguh gak pantas untukmu. Sampai sekarang aja, aku gak tahu apa tujuan hidupku. Sementara kamu, kamu sudah matang. Carilah pria yang berpendidikan, soleh dan mapan." begitulah ucapan mereka.

Ya Allah. Apa yang salah padaku? Apakah mimpiku untuk sukses ini terlalu membebani pria-pria di sekelilingku? Papa memang pernah bilang,

"Carilah pria yang sepadan denganmu. Minimal dia kuliah juga. Pendidikan itu penting." itu yang ia bilang.

Ucapan Papa itu, benar-benar mengusik batinku. Kupikir, apa pentingnya sepadan atau sederajat? Kesuksesan seseorang gak bisa diukur dari pendidikannya atau hal duniawi lainnya. Sungguh gak adil. Memang aku ini siapa? Aku sendiri saja bukan siapa-siapa. Lantas, kenapa aku gak boleh mencintai pria biasa-biasa saja?

Papa, maafkan anakmu ini. Sungguh. Aku mengerti bahwa kau ingin yang terbaik untuk putrimu ini. Maaf, bila aku terlalu naif memaknai arti cinta. Aku hanya berusaha melihat cinta dari seberapa besar cinta membutuhkanku. Hebat atau tidaknya si empunya cinta, kuyakin, aku cukup hebat untuk mampu menghebatkannya. Bukankah seindah-indahnya cinta adalah cinta yang menerima apa adanya?

Tapi, segala persepsiku tentang cinta dan mencintai hilang seketika. Semua layu saat menyadari mereka yang kucintai memilih mundur, karena merasa minder padaku. Bila mereka mencintaiku, pasti mempertahankanku. Tapi, kenyataannya tidak begitu. Pikirku.

"Baiklah! Aku akan lakukan yang kalian minta. Aku akan menemukan pria itu. Gak ada gunanya aku bertahan. Bila gak ada yang menahan."

Aku mencoba berpikir positif. Meski kusadar, gak mudah mendapatkan pria seperti itu. Karena, aku justru merasa aku ini biasa-biasa saja. Tuhan, bantu aku memantaskan diriku.

Untuk sementara waktu, aku merasa hatiku hibernasi. Ya. Seperti shandy si tupai dalam spongebob squarepants. Hatiku rasanya tertidur sementara, hingga waktu yang gak ditentukan. Aku memilih membiarkannya terbang. Bermain bersama awan. Menari bersama angin. Menunggangi petir dan mengalir bersama hujan. Dalam masa hibernasi ini, harapan tetap masih berkobar. 'Api vs Awan', 'Temukanlah Aku, Cinta', 'Mati Rasa' dan 'Wujud Cinta, Akan Tetap Sebagai Cinta'. Itulah beberapa judul puisi yang terpampang di 'catatan' FB-ku. Itulah riak-riak kecil yang keluar dari kepedihan yang menyisakan harap. Barangkali, tanpa harapan, matilah aku!

Hingga, hari itupun tiba.

Rabu, 23 Mei
Hari ini, jam 4 sore, aku berjanji untuk bertemu dengan seorang teman di Depok, Jawa Barat. Dia adalah pria yang kutemui pada bulan Maret tahun lalu. Untuk pertama kalinya setelah setahun, kami akan bertemu lagi.

Sebut saja Ikhie. Dia adalah seorang penulis. Tahun lalu, kamipun bertemu di pesta penulis bersama Writers Academy. Saat itu, aku dan tiga orang teman kuliahku datang demi mencuri ilmu-ilmu menjadi penulis yang handal. Tapi, pada saat yang bersamaan, Ikhie justru sudah mempromosikan bukunya, saat acara inti selesai.Aku sungguh iri pada beberapa orang yang sedang mempromosikan buku di depan panggung itu. "kapan ya, aku punya buku?" pikirku. Dari beberapa orang yang mempromosikan bukunya, buku Ikhie-lah yang cukup menarik perhatianku. Ya. Aku tertarik pada bukunya.

Sebenarnya, sudah sejak awal datang ke tempat seminar ini aku bertemu dengannya. Pertama, dia berdiri tepat di depanku, di dalam lift. Dia memakai baju koko berwarna hitam, dipadankan dengan celana hitam dan tas gemblok hitam. "Siapa sih nih orang. Seram banget." pikirku (:p). Setelah keluar dari lift, aku dan kawan-kawan masuk ke dalam ruang seminar. Kami kembali keluar untuk mencari mushola, karena belum sholat Dzuhur. Di depan mushola, untuk kali kedua, aku berjumpa dengan Ikhie. Aku melihat wajahnya. Tapi, dia masih belum ada sapa. Usai sholat, acara dimulai dan berlangsung sekitar tiga jam (kalau gak salah). Di tengah-tengah acara, aku melihat Ikhie berdiri dan mengajukan pertanyaan. Aku mulai mendengar suaranya. Terdengarlah kekritisan pola pikirnya dari pertanyaan yang ia ajukan.

Waktu promosi itu tiba. Semua buku yang dipromosikan sangat menarik. Tapi, buku berjudul TUHAN, IZINKAN AKU PACARAN (TIAP) karya Ikhie-lah yang paling menarik minatku untuk memilikinya. Judul buku itu saja sangat easy listening. Benar-benar mengena bagi remaja beranjak gede sepertiku. Hehe. Maklumlah, sejauh ini masih saja jatuh bangun dalam dunia cinta. Mungkin, itu karena aku gak ngerti apa itu pacaran. :p. Gak cuma itu, cara Ikhie mempromosikan bukunya pun sangat menarik. Kukira, dia adalah pria yang dingin. Ternyata, dia sangat supel dan menyenangkan. Aku bertekad, akan memilikinya (Memiliki bukunya. Pikirku saat itu. Hehe).

Hari ke hari setelah pesta penulis itu, aku selalu menyisihkan uang gajiku untuk membelinya. Tapi, saat sudah memegang uang, waktu untuk ke toko bukunya yang gak ada. Di saat semuanya komplit, ternyata aku justru sudah kehabisan bukunya.

"Mas, buku TIAP karya FHM ada gak?" tanyaku pada pramuniaga di sebuah toko buku terkemuka.
"Sold out, Mba. Ada di Gorontalo." jelasnya sambil menunjukan display stock barang di seluruh toko buku itu se-Indonesia.
"Yah. Gitu yah. Ya sudah, makasih."

Aku lekas meninggalkan toko buku itu dengan penuh kecewa. Aku berharap bisa membaca buku itu. :(

Tanpa melupakan buku itu, aku semakin semangat menulis. Tentu saja. Pesta Penulis yang kemarin kuhadiri sudah menyuntikan semangat menulisku. Tulisan-tulisanku biasanya dikoreksi oleh senior-seniorku di Lembaga Pers Mahasiswa kampusku, UT.

What a surprise! Aku menemukan akun FB beberapa rekan penulis. Termasuk akun FB milik Ikhie. Aku beranikan diri untuk menyapanya dan meminta pendapat soal tulisan-tulisanku.

"Subhanallah, ada penulis hebat di depanku." ujar Ikhie saat membaca tulisanku yang berkaitan dengan wanita pendakwah. (Tulisannya ada di rentetan 'catatan' FB ini. Bacalah.. :D )
"Kamu pernah ke KPAI ya?" tanya Ikhie, setelah melihat fotoku bersama teman-teman kampus di depan Komnas Perlindungan Anak Indonesia.

Untuk mendiskusikan masalah itu, akhirnya kami bertukar nomor handphone.

Pria yang sempat nyantren di Aceh ini, sangat ramah. Dia selalu membalas SMS-ku. Tentu saja, saat ia gak sibuk. Info yang berhasil kukulik darinya, ia adalah mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ia menempuh program pendidikan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) dengan konsentrasi perbandingan Mazhab Fiqih Internasional di Fakultas Syariah dan Hukum. Ia duduk di semester yang sama denganku. Selain itu, ia juga adalah seorang mahasantri di Darussunnah International Institute for Hadits Sciences, dengan menekuni dunia Hadis dan Ulumul Hadis.

Di balik kesibukannya ini, Ikhie gak segan untuk menceritakan kegiatannya padaku. Dari ceritanya aku tahu bahwa, setiap harinya ia menyambut pagi saat Subuh tiba. Ba'da sholat Subuh berjamaah, ia mengaji sampai jam 7 pagi. Lalu, harinya diisi dengan beragam ilmu yang harus ia rangkum dari kelas-kelas di UIN. Kuliahnya selesai saat matahari mulai berpulang ke peraduan. Meski demikian, kegiatannya masih panjang. Ia hanya memiliki sedikit waktu untuk bersantai. Saat Isya, ia harus kembali sholat berjamaah dan mengaji sampai jam 11 malam. Terus seperti itu setiap harinya.

Subhanallah. Padat betul aktifitasmu, kawan! Hebatnya, pria kelahiran 13 Juli 1991 ini tetap mampu menelurkan buku-buku yang laris di pasaran. Bukunya yang sudah beredar, selain TIAP ada juga SUNGGUH, AKU MENCINTAIMU KARENA ALLAH dan JANGAN LUKAI IBUMU yang merupakan buku anthologi.

So inspiring. Tentu saja. Aku sangat termotivasi oleh semangatnya. Termotivasi. Cukup sampai di situ. Ya. Mau apa lagi? Mendekatinya? Sungguh gak punya nyali. Aku bisa apa?

Sebagai anak pertama di keluargaku, boleh dibilang aku mempunyai sensitifitas yang cukup tinggi. Apalagi, pada orang yang cukup menarik perhatianku. Entah kenapa, tiap kali membaca status FB Ikhie yang berisi kesibukannya, aku gak segan untuk memberikan sedikit perhatian padanya.

"Jam 10 nanti tolong bangunin Saya, yah. Saya ada kuliah jam 11."

Kalau gak salah, seperti itulah permintaan Ikhie padaku. Dengan senang hati, aku menelponnya untuk membangunkan tidurnya. Kadang, saat SMS-an dengannya, aku merasa kami cukup dekat. Tapi, bila membuka FB-nya, aku minder. Fans-nya banyaaaak :(

Semakin sering aku SMS-an dengannya, aku semakin penasaran dengan bukunya. "Aduh, cari di kwitang aja kali yah?" Aku sempat memikirkan itu. Bisa juga sih, kalau mau meminta rekan kuliahku di Gorontalo mengirimkannya. Tapi, kesibukan membuat semua niatku itu tertunda.

Sedikit flash back.

Minggu, 01 April
Cinta, takdir atau apalah itu. Di saat sudah melupakan buku itu, aku justru mendapatkannya. Pada hari, aku dan sahabatku hang out ke sebuah mall di kota Depok. Kami hanya berniat masuk ke toko buku. Di sinilah, di toko buku yang gak terlalu besar inilah, aku justru mendapatkan buku karya Ikhie.

Senang bukan main hatiku. Senang bercampur iri, sih. Setiap hari 'kan aku SMS-an dengan penulisnya. Kalau bukunya bisa terpajang di sini, kenapa bukuku tidak? Aku harus menyusul menerbitkan bukuku. Harus! Hehe, sambil terus menggerutu aku terus memegangi satu buku itu. Walaupun uang di kantong mepet, tapi aku tetap nekat membelinya. "Kapan lagi?" Pikirku. Serius, saat itu uang yang kubawa benar-benar pas-pasan. Untunglah, buku ini sudah dapat diskon dan sahabatku mengantarku pulang. Aman. :)

Sejak curhat dengan Ikhie, aku semakin PD untuk menulis. Aku juga gak malu meminta tips agar berani menulis buku. Syukron, buku pertamaku sudah selesai kutulis. Aku menulisnya sejak awal Februari dan selesai pada akhir April. Kawan, pasti kalian penasaran dengan bukuku. Mohon doanya, untuk kehadiran 20-12/04/2012 :)

Sedikit bocoran, bukuku itu berisi perjalanan hidupku selama 20 tahun. Esensinya, tentang jatuh bangunku bersama 20 cintaku. Misiku menulis buku itu adalah, aku hendak membuka lembar kehidupan yang baru, bersama cinta yang baru di predikat baruku, kepala dua. 20 Tahun Bersama 20 Cinta, itulah judul yang kupilih. Maka, setelah mencapai angka itu, aku akan kembali lagi ke 1 (SATU). Artinya, cinta yang baru, seperti bayi yang baru terlahir. Bila perlu, cukup satu cinta saja. SATU untuk SELAMANYA! Amin.

Selama setahun, hingga hari ini tiba, tarik-ulur terus terjadi antara aku dan Ikhie. Ikhie mengaku tidak ingat padaku. Beberapa kali ia sempat mengajakku bertemu. Di kampusnya atau di toko buku. Sayang, waktunya gak pernah pas. Baru hari inilah, kami benar-benar memantapkan hati untuk bertemu.

Kuyakin, bukan hanya aku. Tapi, Ikhie juga pasti sama gugupnya denganku. Ini sudah lebih dari setahun kami gak bertemu. Bahkan, Ikhie sama sekali gak merasa pernah bertemu denganku. (Jahattt :(. Hehe).

Maha Besar Allah dengan segala Rencananya. Indah nian pertemuan hari ini. Apanya yang indah? Bersabarlah para pembaca. Sungguh. Aku belum kuasa menuliskannya. Sedikit yang dapat kugambarkan adalah, bahwa aku sangat bahagia bisa bertemu dengan penulis yang bukunya begitu kusukai. Bukunya adalah petunjuk di saat ku sesat, pengingat di saat ku lupa, pencerah di saat ku gelap, penyejuk di saat ku gerah, pelipur di saat ku lara. (Tapi sama sekali gak menandingi Al-Qur'an. Sama sekali tidak. Jangan salah faham). Sungguh. Semula hanya itu yang terbersit. Tahulah, nyaliku gak cukup besar untuk berharap lebih.

Tapi,Maha Baik Allah yang telah menitipkan rasa cinta pada hati manusia. Ya. Cinta. Beberapa hari, bahkan semalam sebelum pertemuan itu, Ikhie sudah memintaku menemaninya launching buku. Sudah ada banyak hal yang kami bicarakan. Termasuk kriteria pendamping. Atas izin Allah, kami merasa cocok dan berbunga, bahkan sebelum jumpa.

Sampai sini dulu ya, kawan. Sungguh. Aku belum kuasa mengungkapkannya. (Bikin pembaca penasaran). Insya Allah, akan ada judul, bahkan mungkin halaman lain yang lebih mampu menggambarkan Kisah Cinta Para Penulis ini. Insya Allah.

Yang hendak kusampaikan di ending cerita ini adalah Alhamdulillah. Syukur. Hanya satu kata itu.
Sungguh, Maha Besar dan Adil Allah yang telah menyelipkan bahagia di tiap luka. Sedikit bocoran, hari ini, Allah seolah membayar perjuanganku dalam mendapatkan buku pertama Ikhie. Aku mendapatkan buku itu setelah 1 tahun mencari dan menanti. Tapi, begitu mulianya hati Ikhie yang memberikan buku terbarunya, CATATAN SEJARAH CINTA, untukku (Sepaket dengan hatinya). Buku ini kudapatkan di hari pertama, dari cetakan pertama dan juga buku pertama yang dibuka. Boleh dibilang, buku ini pertama dilaunching di rumahku.

Bayangkan bahagianya hatiku, kawan! :)

Syukron juga kusampaikan pada mantan-mantan kekasihku yang telah memaksaku untuk keluar dari lingkaran keserhanaan cinta. Demi meraih cinta yang hebat. Juga pada Mama A'a, adik-adik perempuanku, Mama dan Papaku pastinya.

Hanya ada satu kalimat yang mampu menggambarkan rencana Allah mempertemukanku dengan Ikhie.

"Semua berkat doa mereka."

Tentu saja, ini masih awal bagiku dan Ikhie. Kawan, saudaraku. Bila doa yang mempertemukan kami. Mohon doanya untuk perSATUan kami. Bukan maksudku mendikte Allah agar menjadikan Ikhie jodohku. Tapi, seyogyanya cinta, ya harus memiliki.

"Menurutku, cinta gak harus memiliki itu bullshit. Itu bohong besar. Kalau gak harus memiliki, ya nggak cinta." ungkap seniorku di kampus. Ia adalah kakak yang selalu mendengarkan rintihanku. Ia selalu membantu segala permasalahanku. Bahkan, ia jugalah yang sedang menyunting 20-12/04/2012.

Kawan, kalian pasti faham maksudku. Kalian pasti sudah lebih dulu memahami apa itu 'cinta'. Tenang saja. Aku gak akan merebut cinta kalian. Karena, aku sudah menemukan cintaku sendiri. :).

Yang kupinta dari semua sahabatku yang kucinta karena Allah, bantulah kami, aku dan Ikhie agar bisa merebut hati Allah. Ridhailah cinta yang terlalu lama menanti dan merintih ini. Itu saja. Sahabat, sungguh aku mencintaimu. Terimalah cinta dariku dan Ikhie sebagai pengabdian kami sebagai anak manusia yang mencari kebahagiaan dan harapan hidup.

Syukron, sahabat..
Tunggulah, doakanlah kehadiran Kisah Cinta Para Penulis.

Salam kasih, AEB & FHM..http://www.facebook.com/anastasia.e.budiyanti?sk=notes#

Wujud Cinta, Akan Tetap Sebagai Cinta

on Monday, 14 May 2012 at 22:47 ·
Cinta,
sesungguhnya kau tak pernah salah, meskipun kau menyayat hatiku.
Cinta,
sesungguhnya kau tak pernah dusta, meskipun kau membohongiku.
Cinta,
sesungguhnya kau tak pernah kotor, meskipun kau menodai ketulusanku.
Cinta,
sesungguhnya kau tak pernah pergi, meskipun kau meninggalkanku.
Cinta,
sesungguhnya kau tak pernah dingin, meskipun kau mengabaikanku.
Cinta,
sesungguhnya kau tak pernah benar-benar cinta.
Sebab, cinta bukanlah cinta. Jika melukai, jika membohongi, jika menodai, jika meninggalkan dan jika mengabaikan.

Aku merindukanmu Cinta.
Cinta yang menungguku, yang tengah sibuk mencari arti diriku.
Cinta yang mencariku, yang tengah tersesat dalam jalan hidupku.
Cinta yang memarahiku, yang terjatuh sakit karena memforsir mimpiku.
Cinta yang memelukku, yang menangis pilu karena lelah mengikuti arus hidupku.
Cinta yang mengajariku tersenyum dan mengucap, aku cinta kamu.
Kini, aku hanya bisa merindukan sosokmu yang pernah mengajariku arti cinta.
Meski begitu, kucoba pahami, mengerti, bahwa kejahatanmu, kebohonganmu, kepergianmu dan kecuekanmu adalah cara yang kau tempuh agar tak menodaiku.
Cinta,aku tak bermaksud menyimpan keindahan masa lalu. Tapi, hangat rasa yang pernah kau torehkan itu masih terpancar di oase pikiranku.
Nanti, seperti yang kau janjikan padaku. Bila aku orangnya, gadis suci yang kau pilih, jemputlah aku dengan tandu kemurnian cintamu itu.
Tak perlu yang lainnya, cukup cinta itu.
Kini, yakinkan aku, bahwa memang akulah gadis itu.

Siapapun kau, dimanapun kau, cinta tak pernah merubah wujudnya sebagai Cinta
http://www.facebook.com/anastasia.e.budiyanti?sk=notes#

Kau Salip Aku,Kau Kusalip (@ Gramedia Matraman)

on Sunday, 13 May 2012 at 19:03 ·
Hari ini, setelah antre cukup panjang di kasir Gramedia Matraman, tiba-tiba seorang cewek berambut hitam sebahu yg mengenakan sweater hitam, yg berdiri tepat di belakangku menyerahkan buku yg dia beli pada kasir. Padahal, akulah yg berada tepat di hadapan kasir.
"Yg duluan yg mana?" tanya kasir.
Aku menunjuk bukuku, tapi wanita yg gak mau kuhafal wajahnya itu, langsung menggeser bukunya mendekat ke arah tangan kasir. Dia langsung mengangkat jam tangan yg melingkar di tangan kanannya, seolah menunjukan kalau dia sangat buru-buru.
Ya sudahlah. Karena merasa iba dan gak mau pusing, aku hanya tersenyum kecil sambil menarik nafas dan mencoba memaklumi tindakannya. Begitu selesai membayar buku yg akan kuhadiahkan pada ulang tahun Mama, tanggal 16 Mei besok, aku bergegas mengikuti laju eskalator yg perlahan turun, lalu aku berjalan menuju tempat penitipan tas, untuk segera pulang. Beberapa langkah di hadapanku, kulihat punggung wanita tadi yg sedang berjalan perlahan bersama temannya, yg memakai sweater biru. Tanpa berniat menjahatinya, aku hanya berjalan mengikuti lincahnya langkah kakiku yg mungil ini.
Akhirnya, aku sedikit tersenyum lega saat melihatnya tertegun sambil berbisik pada temannya itu.
"Itu kan cewek yg tadi."
Hahaha. Aku tertawa lega dalam hati. :D Walaupun sudah disalip olehnya, ternyata dia terkejut saat melihatku lebih dulu sampai di tempat penitipan tas. Tanpa ingin melihatnya, aku bergegas pulang dan berniat segera melupakannya.
Da...dah... Hahaha.
#Saat gak mampu berkata-kata, buktikanlah bahwa Kamu gak seharusnya didzalimi. Sabar itu bukan berarti diam!http://www.facebook.com/anastasia.e.budiyanti?sk=notes#

Temukanlah aku, Cinta..

Cinta, adalah butiran embun berwangi semerbak.
Keberadaannya mampu menyejukan dahaga, meski tetesnya segera kering terbakar nyala Sang Surya.
Mendengar lagu cinta, hatiku berdebar menggumamkan asa.
Akankah nasib cinta insan Tuhan ini, seindah syair pujangga?
"Atas restu Allah, kumencintai dirimu."
Wahai pemilik cinta, siapapun engkau, dimanapun kini, wangi hadirmu telah menebarkan asa untukku hidup sejuta tahun, demi meraihmu.
Temukanlah aku, Cinta....http://www.facebook.com/anastasia.e.budiyanti?sk=notes#

Api vs Awan

Karena ia tak peduli padaku, maka aku peduli padanya.
Karena ia tak ada saat kubutuh,maka aku ada saat ia butuh.
Karena ia menjauh,maka aku mendekat.
Karena ia kesal saat aku mencarinya,maka aku bahagia saat menemukannya.
Karena ia cemberut saat melihatku,maka aku tersenyum saat menatapnya.
Karena ia adalah api,maka awan ini siap menampung kepul asapnya.
Hanya saja,jika ia bersikeras,maka air yg kutumpahkan,akan segera memadamkannya.
Menyerahlah! Sebab aku terlalu mencintaimu.

Mendung Pengantar Rindu

Langit yg mendung itu, tak jua menyirami bumi.
Rindu yg dalam ini, tak jua terbagi.
Bila mendung tak berarti hujan, apakah rindu ini tak berarti ku 'kan rapuh tanpamu?
Jika saja kutahu kamu dimana, takan ku berdiam diri menikmati hati ini terkuras mati.
Sayang, kicauan burung itu tak cukup jelas membisikan dimana kau kini.
Hingga, ku masih mencari.
Deru ombak masih sama, dari lautan ke pantai.
Begitupun deru rinduku, masih tertuju padamu.
Slalu kudapati apa yg kuingini, tak begitu denganmu.
Kau terlalu mudah diingat, namun tetap sulit diraih.
Bila tak ingin kau datangi hidupku, cukuplah dengan tak menghampiri pikiranku.

Saturday, March 10, 2012

Tangga Cewek dan Tangga Cowok dalam Cinta

Aku bingung dengan situasi yang sering kualami belakangan ini. Kalau saja ini cuma terjadi sekali selama hidupku, mungkin aku masih bisa menganggapnya wajar. Tapi, sudah terlalu sering hal ini terjadi padaku. Ini tentang persahabatanku dengan cowok.

Memang, setahuku yang bisa disebut sebagai sahabat adalah hubungan antara dua orang atau lebih, yang memiliki satu jenis kelamin. Karena konsepnya adalah "Sahabat", maka hubungan ini biasanya lebih intim daripada hubungan pacaran. Makanya, persahabatan yang sebenarnya hanya bisa terjadi antara sesama gen. Karena kemungkinan munculnya sindrom getaran kimia dan sifat possessive sangat kecil terjadi.

Itulah sebabnya persahabatanku dengan cowok pada akhirnya gak pernah baik. Entah kenapa salah satu dari kami justru memilih untuk pergi dan tidak bersahabat lagi. Katanya, "sudah beda" atau "kamu bukan kamu yang dulu selalu ada buatku" atau justru "aku bukan sahabat atau kakak angkat yang baik buatmu, lupakan saja aku!" ada juga yang perginya diam-diam.

Gubraxx!!! Tidakkah itu keterlaluan? Bukankah sebagai sahabat, seharusnya kami bisa saling mengisi dan mengingatkan? Bukankah kami juga harus saling pengertian?
Jika merasa sudah beda, mengapa tidak berusaha meminta penjelasan atau sekedar mengingatkan? Kenapa justru memilih meninggalkan sahabatnya. Lantas, siapa yang sebenarnya "sudah beda"?
Hhhhh! kok bisa begini yah?

Aku sedikit tergugah saat membaca sebuah artikel di majalah CAMPUS atau C!.
Artikel yang dikeluarkan C! pada edisi Desember 2011 ini berjudul "Ladder Theory of Love", atau teori tangga dalam cinta.
C! membahas, ternyata cewek punya dua tangga dalam hidupnya. Satu buat "friends" atau teman dan satu lagi buat "potential boyfriend" atau teman lelaki yang cukup potensial untuk jadi pacar. Sedangkan cowok menempatkan semua teman cewek mereka dalam satu tangga.

Pada dasarnya, saat seorang cewek ketemu dengan dua orang cowok, sebut saja X dan Y, dia akan segera mengevaluasi mereka dan memutuskan apakah X adalah seseorang yang ia bisa pacari dan Y hanya akan jadi teman biasa.

Info buruk buat para cowok adalah, kalau kamu berada di tangga "temen" dia, kamu gak akan tau apakah cewek itu tertarik sama kamu atau gak, coz dia akan menghabiskan waktu yang sama banyak dengan kamu.

Yang lebih buruk adalah, cewek biasanya jarang memberitahu si cowok kalau dia tuh cuma menganggapmu teman. Ini karena mereka juga suka mendapat perhatian dari si cowok yang "kasian deh loe" itu. Si cewek akan pura-pura aja gak tahu kalau sebenarnya si cowok tuh naksir sama dia dan dia akan mengulur-ulur waktu selama mungkin.

Nah, karena mereka berasal dari dunia yang berbeda (ingat, cowok adalah dari Mars, sedangkan cewek adalah dari Venus), cowok yang ada dalam tangga teman biasanya gak sadar dan dengan gak tahu malu akan mengejar cewek ini untuk hanya pada akhirnya menemui realita menyedihkan : DITOLAK!

Sebaliknya, cowok yang berada di tangga pacar biasanya akan sukses mendapatkan cewek itu, kecuali jika dia ngelakuin hal bodoh, yaitu meninggalkan cewek itu.

TANGGA COWOK

Seperti yang tadi diceritakan, mereka cuma punya satu tangga, jadi berbeda dengan cewek. Dalam tangga cowok hanya ada satu orang yang akan membuat cowok benar-benar menghabiskan banyak waktunya, yaitu cewek yang ada di posisi tangga teratas. Sementara, cewek yang ada di tangga paling dasar, akan sama sekali tidak mendapat perhatian khusus dari makhluk yang satu ini.

Uniknya, kalau di tangga cewek seorang cowok hampir gak akan mungkin melompat dari tangga "teman" ke tangga "pacar", maka di tangganya cowok seorang cewek akan dengan mudah melakukannya. Karena bagi si cowok, posisi tangga teratas tadi bisa dengan gampangnya diraih tergantung cewek mana yang kasih perhatian lebih ke dia.

Itulah penjelasan yang diuraikan C!.
Mungkin, sahabat-sahabat cowok yang meninggalkanku itu takut ditolak kali ya? Makanya mereka memilih melupakanku dan meninggalkanku sejauh-jauhnya. Untukku sendiri, artikel di atas tidak 100 % mutlak, karena persahabatan dan kenyamanan bersama seseorang adalah faktor utama bagiku untuk bersamanya. Tanpa ada niat untuk memanfaatkan perhatiannya. Coz aku sendiripun tak berharap dia akan jatuh mencintaiku.

Dan sebelumnya, aku juga pernah jatuh cinta pada sahabatku, tapi pada akhirnya perasaan itu akan dengan mudah terhapus. Karena menghargai sebuah persahabatan adalah lebih penting. :)

Semoga sedikit kasih pencerahan buat kamu yang mungkin punya masalah yang sama denganku.
Good Luck..

Friday, March 09, 2012

That Frightening Man is My Uncle

I’m quiet, start thinking, start writing,
But, I find nothing
Wait! Am I smiling?
Owh damn! What’s going on me?
Is it because of that guy? Who’s he?

The story begin,
This story started on Sunday, October 19,2010.
                It is the third times I come to State University of Jakarta. But, this is the first time I meet him in the hut at faculty of language and literature. He is an old enough man (hehehe), who has black skin and curly hair. There is a scratch in one of his eyebrow. He has slow of speech. If I met him alone, I would run as soon as possible (He looks better as a criminal than a good senior, hehe).
There are about ten people here. We are separated into senior and junior in press institution SUKMA. He is the chief here. As we have gathered, he asks me and other to introduce each other.
“My name is Anastasia. I come from Cibinong-Bogor. My reason to join SUKMA is because I like writing any poem. I hope, I will get much knowledge here,”
                As I know, his name is Romen, (It is increasing my strangeness, because I never heard the name before). From his manner of speaking, he is so open. He listens to my introduction seriously and gives me good response.
“Of course Anastasia, you can increase your writing ability here. Maybe one day SUKMA can publish a poem anthology,” he emphasizes.
                It is enough for the introductory. He may not as bad as I thought.
                Writing is my hobby. I often publish my poem in my Facebook. It is the time for me and Romen to know each other better. Because, he often comments in my poem and we often discuss even debate about some argument which I deliver in my poem. They make me appreciate enough to him as he appreciates to my poem. Not only poem, but also my private story I publish in my Facebook. I write it as a feature which Romen commands to me and other SUKMA’s members. When there is a gather, I feel flattered by his question about the continuity of my story.
“How is your account counter? Is it running well?” he asks.
“Yeah,, it is good. Thanks,”
                Ehm, I never thought that he is so care.
Sunday, January 09, 2011
                It is the first time I miss Romen, (Do not ask me, why?). I and other SUKMA’s members have gathered in Ismail Marzuki’s garden to watch a freedom movie, Jakarta 1966.
“Where’s brother Romen,?” I’m asking to my friend.
“He may at work, and will come soon,” my friend answer.
                Here he is. He comes after the film has finished. Then, he commands us to sit under a big tree and discuss about the film that I and others have watched.
“What is your impression about that film,” Wiwit, SUKMA’s editor, asks.
“It shows about there is no freedom in that days. It is so sad. But, it should give much awareness for us as a new generation, to work harder in fight for our freedom,” I answer.
There are others topic that we discuss here. In my opinion, Romen has much knowledge, because he knows many things which I ask. He is like uncle google. So, I have called him “uncle” since today.
“Uncle,” I am tempting
“uncle?” he answers wonder
                Tuesday, April 12, 2011 is my birthday. I would not come to Jakarta this day. So, I just tempt Romen to give me ice cream, if I come to Jakarta on Sunday, April 17, 2011.
                “Uncle, you do not mind to buy me an ice cream at my birthday, don’t you?” I am tempting
                “Yeah, if you are diligent in writing I will give it to you,”
                “Yeaaah, thanks uncle,”
Sunday, April 17, 2011
                After a long time waiting in front of UPBJJ-UT Jakarta, Romen finally comes at 5 P.M. I am so happy for his coming, it has mean that my ice cream also come.
                “Uncle, where is mine?” I ask nervously
                “What?!” he answers in one tone
                Owh.. it sounds not pretty good. Does he forget my gift? I just need a stick of ice cream, (huhuhu,, my heart crying).
                I try to think positive. Maybe, he does not have any time for buying it.
                As the sky starts cloudy, I go home soon after praying in a praying house. I do not go to mosque which too far from my place right now. I am separating with my friends and go home in rainy afternoon by using an umbrella.
                “Bye,, take care guys,” I said goodbye
                “Bye ncha, so do you,” they answer.
                I walk alone to the bus station. Actually, I do not find Romen to get permission for leaving.
                Monday morning, at the office. I do not really like it. I got bad mood because I did not get my ice cream. Suddenly, there is a message.
                “Cha, where did you go yesterday? I was seeking you at the mosque for giving your ice cream, but you was not there,” a message from Romen.
                “Did you? I did not pray at the mosque. Btw, I thought that you did not buy it, so I went home earlier. How is it now?”
                “I did not mind if gave it in front of our friends. So, I thought, I would give it when you were alone. It is OK, I will give it next time,”
                “Huhu, I am so flattered if you have bought it for me. Thanks uncle, I am happy enough by knowing it,”
                It ends our conversation.
                Since the day, I have so respect to him. I really appreciate of his attention to his friends. In my opinion, Romen is a very good friend. He listens more than speaks, he gives more than asks. I wanna thanks goodness for knowing him. He is a good prize who has given by god to me and maybe to others.